Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Program DMPA Dinilai Berhasil, Petani Lebih Untung Beralih ke Pertanian Organik

Program DMPA Dinilai Berhasil, Petani Lebih Untung Beralih ke Pertanian Organik Kredit Foto: APP Sinar Mas
Warta Ekonomi, Makassar -

Sugeng Riyanto (40), petani asal Desa Simpang Heran, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan berhasil meningkatkan produktivitas hasil panen padinya setelah beralih ke pengembangan pertanian organik. Sebelumnya, Sugeng menghasilkan sekitar 23 karung padi (gabah) dalam sekali panen per hektare, kini meningkat menjadi 31 karung per hektare. Salah satu petani di desanya bahkan berhasil meningkatkan produktivitas dari 8 karung menjadi lebih dari 30 karung, dengan rata-rata berat satu karung adalah 80 kilogram.

"Secara kualitas, padi yang kami hasilkanpun terlihat lebih bening, padat, dan berisi," ungkap Sugeng, saat ditemui di stan APP Sinar Mas pada acara Indogreen Environment & Forestry Expo 2019 di Makassar, Minggu (8/4/2019).

Berpuluh tahun Sugeng menjalani profesi sebagai petani dengan berbekal pengetahuan turun-temurun. Tak pernah terpikir olehnya bahwa membuka lahan dengan cara membakar akan berdampak negatif bagi lingkungan, bahkan menurunkan kualitas tanah. Namun, semakin lama Sugeng merasa tanah di tempat tinggalnya tak lagi subur. Hal ini membuat Sugeng gusar. Ia pun bertekad untuk mengelola pertanian dengan lebih ramah lingkungan.

Dengan semangat untuk menjaga lahan agar semakin produktif, Sugeng pun mengikuti program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang bekerja sama dengan Komunitas Ga Ge Go Organik (3G O) untuk memberikan pembinaan pertanian organik. Ia pun mengajak para petani lainnya untuk ikut serta.

Baca Juga: Harga GKP di Indramayu Sentuh Rp3.800, Petani Menjerit

Menurut Sugeng, upaya untuk mensosialisasikan pertanian organik kepada petani lain di desanya sempat mendapatkan tanggapan miring. Maklum, pertanian organik bukanlah hal yang familiar bagi para petani di Desa Simpang Heran, sehingga banyak yang menyepelekan dan mengacuhkan ajakan Sugeng untuk bertani organik.

“Awalnya sulit sekali mensosialisasikan pertanian organik kepada sesama petani, karena membuka lahan pertanian dengan membakar sudah jadi cara yang kami lakukan sejak dulu,” tutur Sugeng.

Kini dengan pembinaan dari DMPA dan komunitas 3G O, Sugeng dan Kelompok Tani Wonotirto yang ia pimpin, mulai meninggalkan kebiasaan membakar dan menggantinya dengan menggunakan cara tebas manual. Jerami dari padi dan batang jagung hasil produksi kemudian dimanfaatkan sebagai salah satu bahan untuk membuat pupuk kompos.

Kelompok Tani Wonotirto juga mengembangkan pertanian organik dengan membuat pestisida nabati (pesnab), kalium, dan hormon untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Seluruh proses pembuatannya pun menggunakan bahan-bahan dari alam.

Pesnab dibuat menggunakan bahan dasar kotoran hewan, gula merah, buah bintaro, lengkuas, bongkol pisang, air kelapa, dan starter (bahan tambahan yang digunakan pada tahap awal proses fermentasi). Kalium dibuat dengan bahan dasar serabut dan air kelapa, air hujan, dan juga starter. Sementara pembuatan hormon dilakukan dengan menggunakan bahan dasar kunyit, susu, madu, telur ayam atau bebek, gula, starter, dan air kelapa.

Baca Juga: Kementan Klaim Pertanian Indonesia Torehkan Berbagai Prestasi, Tapi Orang Luar Bilang...

"Bahan-bahan dalam pembuatan pesnab, pupuk kompos, kalium, dan hormon yang bersifat organik ini semuanya kami dapatkan dari lingkungan sekitar, sehingga dapat menekan pembiayaan total dalam sekali panen sebesar 30%," ungkap Sugeng.

Sugeng dan Kelompok Tani Wonotirto mengelola pertanian di areal tanaman kehidupan yang disediakan oleh PT Bumi Andalas Permai, mitra pemasok APP Sinar Mas. Area tanaman kehidupan tersebut memiliki luas 1.900 hektare yang terbagi dalam tiga desa, yaitu Desa Simpang Heran, Desa Bukit Batu, dan Dusun Belanti Jaya Desa Banyu Biru.

Kini program pertanian organik dari program DMPA PT Bumi Andalas Permai di Kecamatan Air Sugihan telah diikuti oleh 13 kelompok tani dengan total lahan sebanyak 325 hektare. Selain penyediaan lahan dan pembinaan, program DMPA juga menyediakan sarana produksi pertanian dan alat mesin pembuat kompos untuk membantu petani. Pada musim panen tahun 2019, penyuluhan pertanian yang mengaplikasikan bahan organik mengalami peningkatan dari sisi produksi sebesar 35%.

“Banyak petani beranggapan kalau pertanian organik lebih sulit dan melelahkan. Namun, ketika mereka melihat langsung hasil pertanian organik yang lebih hemat biaya, lebih cepat panen, dan lebih tinggi produktivitasnya, barulah mereka mulai membuka mata,” terang Sugeng.

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: