Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Fintech Harus Sentuh Kaum Difabel

Pengamat: Fintech Harus Sentuh Kaum Difabel Kredit Foto: TechCrunch
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Ekonomi The Indonesian Institute, Muhamad Rifki Fadilah menilai keberadaan fintech akan memudahkan orang untuk mengakses berbagai transaksi keuangan dan meningkatkan literasi keuangan.

Oleh sebab itu, Rifki berharap kemunculan fintech diharapkan meningkatkan akses ke sektor keuangan guna membuat bisnis lebih maju, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih mudah dan juga fintech harus menyentuh pelaku UMKM yang menyandang disabilitas.

"Data penelitian dari LIPI, 80% dari sumber modal untuk UMKM berasal dari modal mereka sendiri. Saya berharap dengan munculnya fintech, maka akan semakin memudahkan pelaku UMKM untuk mendapatkan bantuan permodalan, juga khususnya untuk pelaku UMKM dengan penyandang disabilitas," ungkap Rifki di Jakarta, Senin (8/4/2019).

Baca Juga: Hai Kaum Difabel, Startup Ini Bisa Bantu Kamu Dapat Pekerjaan

Rifki mengatakan bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, sebagian besar penyandang disabilitas bekerja sebagai pengusaha. Persentase penyandang disabilitas yang bekerja sebagai pengusaha mencapai 70% dari total populasi.

Kemudian, studi dari International Labour Organization (ILO) berpendapat jika penyandang disabilitas terlibat dalam proses pembangunan, mereka memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) antara 3% hingga 7%.

"Dengan demikian, kemudahan akses ke layanan keuangan sangat dibutuhkan oleh para penyandang disabilitas dalam meningkatkan akses ke modal untuk meningkatkan bisnis mereka dan mendorong nilai tambah produk mereka dan daya saing," ujar Rifki.

Selama ini penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai kendala saat menggunakan layanan perbankan. Seperti infrastruktur yang tidak dapat diakses hingga masih ada stigma negatif yang masih ada di dalamnya, meskipun hak untuk mendapatkan akses ke layanan keuangan yang adil telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Hasil survei oleh Disability Services Study Center 2016 menemukan bahwa sebanyak 65% penyandang disabilitas masih mengalami kesulitan mengakses layanan perbankan.

Faktor utama adalah karena stigma bahwa penyandang cacat tidak mampu secara finansial sehingga mereka dianggap tidak memiliki kekuatan. Selain itu, infrastruktur perbankan yang belum dapat diakses menjadi faktor para difabel enggan melakukan transaksi di bank.

"Dengan adanya fintech, saya pribadi melihat ini bisa menjadi celah yang dapat dimanfaatkan penyandang disabilitas untuk memperoleh akses keuangan khususnya permodalan sehingga mereka bisa meningkatkan lagi produksinya, dan juga tingkat inklusi keuangan kita semakin dalam dengan menyentuh dan mengangkat kedudukan teman-teman kita, penyandang disabilitas untuk menikmati fasilitas ini bersama," tutup Rifki.

Baca Juga: "Difabel Juga Bisa", Angkie Yudistia CEO Tunarungu yang Jadi Inspirasi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: