Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos Starbucks Enggan Disebut Miliarder, Katanya 'Muak!'

Bos Starbucks Enggan Disebut Miliarder, Katanya 'Muak!' Kredit Foto: CNBC
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hampir semua orang bermimpi untuk memperoleh predikat sebagai seorang miliarder. Ternyata itu bukan impian bagi seorang Howard Schultz, mantan Chief Executive Officer (CEO) Starbucks. Pasalnya, ia sudah muak dengan sebutan miliarder yang telah terkontaminasi saat ini.

Menurut Schultz, predikat miliarder saat ini bukan hanya menggambarkan orang berharta, melainkan juga terdapat konotasi politik di dalamnya. Melansir dari Business Insider, ia mengaku merasa terusik dengan pertanyaan bahwa miliarder juga memegang terlalu banyak kekuasaan politik di Amerika Serikat (AS).

"Saya lebih suka mengganti kalimat itu dan memanggilnya sebagai orang-orang berharta yang meningkatkan kekayaan dan kepentingan mereka lewat cara tidak adil," kata Schultz.

Baca Juga: Miliarder Paling Hemat Sejagat Raya

Meski begitu, mantan CEO Starbucks itu mengakui ada orang-orang kaya dan korporasi memiliki kekuatan signifikan dalam memengaruhi politik negaranya. Sebab rasa muak yang menggelayutinya, mantan CEO Starbucks ini tengah bersiap mencalonkan diri sebagai presiden AS tahun 2020, namun lewat jalur independen.

Miliarder Howard Schultz, Pemilik Starbucks, makin gerah akibat kritikan atas kekayaannya. Ini terjadi karena mulai muncul tudingan tidak sedap terkait cita-citanya menjadi presiden Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Gils! Pemilik Bisnis Starbucks Untung Rp1,5 Triliun di 2018

Salah satunya adalah fakta bahwa Schultz adalah seorang miliarder. Itu disinyalir membuatnya tidak memahami kehidupan sehari-hari masyarakat umumnya. Ia pun angkat suara dan menyatakan kehidupannya justru merupakan "American Dream". 

Ia pun menjelaskan segudang prestasi yang diraihnya kala menjadi bos Starbucks. Di antaranya adalah jaminan kesehatan, pemberian saham, dan biaya kuliah gratis.

Pemilik harta kekayaan US$3,5 miliar ini percaya bahwa sistem perekonomian AS perlu dirombak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: