Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Isu Konflik Internal Menyeruak Jelang RUPS Garuda

Isu Konflik Internal Menyeruak Jelang RUPS Garuda Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kabar tak sedap berhembus dari maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, tentang perpecahan di tubuh manajemen yang melibatkan dewan direksi dan komisaris perseroan.

Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan wartawan, beberapa anggota dewan komisaris Garuda Indonesia mendesak pergantian direktur utama untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut dari jeratan utang. Pada akhir pekan lalu, tagar #GantiDirutGaruda juga menjadi trending topic Indonesia di Twitter.

Isu perpecahan di Garuda Indoensia semakin mencuat jelang rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang akan berlangsung pada tanggal 24 April 2019 mendatang.

Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, M Ikhsan Rosan, membantah telah terjadi perpecahan di dalam emiten dengan kode GIAA tersebut. Ia meyakinkan bahwa saat ini kinerja direksi dan komisaris sangat solid dan baik sehingga berhasil mengangkat kinerja perseroan menjadi positif.

"Tidak benar ada perpecahan di direksi dan komisaris. Hingga saat ini kami juga tidak mendengar ada rencana pergantian dirut," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (16/4/2019).

Baca Juga: RUPS Garuda Indonesia 24 April Akan Lengserkan Ari Askhara?

Ikhsan Rosan mengakui akan ada perubahan pengurus perseroan pada RUPST mendatang. Namun, perubahan tersebut berkaitan dengan periode lima tahunan penugasan komisaris yang sudah berakhir.

"Tapi itu tergantung pemegang saham apakah akan mengangkatnya kembali dan sesuai aturan dapat diangkat kembali," ujarnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Gatot Trihargo, membantah akan terjadi pergantian posisi direktur utama di Garuda Indonesia.

"Tidak benar," katanya.

Terkait laporan keuangan, banyak pihak tak percaya Garuda Indonesia bisa mencetak laba bersih sebesar US$809,8 ribu atau sekitar Rp11,33 miliar (kurs dolar Rp14.000) pada tahun 2018 lalu.

Akuntan Profesional RNA 99, Deny Poerhadiyanto, mengakui jika kinerja operasional Garuda Indonesia masih kurang bagus. Ia menjelaskan GIAA masih belum efisien dalam menjalankan kegiatan usaha. Ditambah, Garuda Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat pada tahun lalu karena daya beli masyarakat terhadap tiket pesawat cenderung tetap, namun tren komponen biaya terus menujukkan kenaikan.

"Kalau dilihat dari core business, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia masih buruk. Bahkan, Garuda Indoensia merugi karena beban menerbangkan penumpang lebih besar dibanding pendapatan itu sendiri," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: