Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Dianggap Belum Siap, Daerah Ini Malah Sudah Gunakan E-Voting untuk Pilkades

Indonesia Dianggap Belum Siap, Daerah Ini Malah Sudah Gunakan E-Voting untuk Pilkades Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Silang pendapat dan saling klaim menjadi babak baru kontestasi Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Indonesia pada tahun 2019 ini. Kubu calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempertanyakan validitas dan akurasi data sistem hitung cepat (quick count) hasil lembaga-lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amien.

Kondisi tersebut menjadi catatan tersendiri bagi capaian demokrasi di Indonesia yang rupanya masih ‘alergi’ terhadap pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan seperti random sampling dan pendekatan teori statistika lainnya. Hal ini seolah juga menjawab usulan sejumlah pihak terkait penerapan sistem pemilu elektronik (e-voting) yang dinilai lebih mempermudah proses pelaksanaan pemilu sehingga lebih cepat, efisien dan transparan.

Dengan melihat kondisi tersebut, Indonesia dinilai masih belum siap menerapkan sistem e-voting. Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah menegaskan bahwa penerapan sistem e-voting belum bisa dilakukan di Indonesia lantaran terkendala banyak hal, utamanya terkait ketersediaan infrastruktur di daerah.

Baca Juga: Andai Pilpres Kemarin Menggunakan Blockchain…

Namun demikian, meski hingga saat ini Indonesia dinilai belum siap menerapkan sistem e-voting, faktanya ada beberapa daerah yang justru telah mempraktekkan sistem tersebut untuk proses pemilihan pemimpin di daerahnya. Mau tahu daerah mana saja itu? Berikut beberapa diantaranya

1. Pemalang

Pada tanggal 2 dan 4 September 2018 lalu Kabupaten Pemalang telah sukses menggelar pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak menggunakan sistem e-voting. Dengan hanya berbekal Kartu Tanpa Penduduk Elektronik (e-KTP), warga Pemalang pun tak perlu lagi repot melakukan pemilihan secara manual.

Sebanyak 83 kepala desa (kades) telah terpilih lewat proses tersebut. Dengan tidak lagi menggunakan sistem manual, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) menyebut penggunaan sistem e-voting lebih dapat menghemat waktu dan juga biaya penyelenggaraan pilkades.

Tak hanya itu, sistem e-voting juga diklaim sukses mendongkrak partisipasi pemilih hingga meningkat 70 persen lantaran dirasa lebih praktis bagi warga yang akan menyalurkan hak suaranya.

Baca Juga: Meminimalisasi Kisruh Pemilu Lewat Blockchain

2. Bogor

Maret 2017 menjadi momen paling bersejarah bagi warga di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, karena untuk pertama kalinya dalam sejarah proses pemilihan pemilihan kepala desa (Pilkades) di desa ini menggunakan sistem e-voting dan juga e-verifikasi.

Dengan proses sosialisasi yang telah dilakukan jauh-jauh hari, proses pilkades pada Minggu (12/3/2019) itu berjalan lancar. Meski sempat canggung dan bingung lantaran belum terbiasa, mayoritas warga Desa Babakan pada akhirnya justru antusias mengikuti proses pemilihan. Partisipasi warga pun diklaim meningkat pesat lantaran merasa pilkades dengan menggunakan sistem e-voting ini lebih praktis, simpel dan juga transparan.

3. Batanghari

Sebanyak 6.704 warga Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, pada Senin, 24 September 2018 lalu telah menjadi salah satu program percontohan penggunaan sistem e-voting dalam proses pemilihan kepala desa (Pilkades) di enam desa di wilayah tersebut. Keenam desa itu meliputi Desa Malapari dan Desa Napal Sisik yang masuk wilayah Kecamatan Muara Bulian, serta Desa Kuap, Desa Senaning, Desa Kubu Kandang dan Desa Teluk yang merupakan bagian dari Kecamatan Pemayung.

Meski mulanya agak canggung, para warga berbalik antusias karena terlibat dalam satu proses yang merupakan bentuk kemajuan baru dalam penyelenggaraan pemilihan pemimpin di wilayah Indonesia.

4. Sidoarjo

Sebanyak 70 desa di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur serentak mengadakan pemilihan kepala desa (Pilkades) pada Minggu, 25 Maret 2018 lalu. Dari jumlah desa tersebut, 17 di antaranya memilih mencatatkan sejarah desanya dengan menggunakan sistem e-voting.

Dan benar saja, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pilkades menyatakan kepuasannya dengan sistem baru ini. Baik warga maupun panitia merasa bahwa sistem e-voting membuat proses pilkades berjalan lebih lancar, cepat dan tidak melelahkan.

Bila berdasarkan pengalaman seluruh proses perhitungan baru rampung tengah malam, kini menjelang sore pun seluruh proses pemilihan sudah selesai dilakukan. Bahkan memasuki siang hari disebut jumlah suara yang masuk telah mencapai 50 persen dari jumlah memilih sekitar 14 ribuan orang. Karena berlangsung cepat, warga yang mengikuti proses pemilihan juga antusias karena tidak menyita waktu terlalu lama.

Baca Juga: Quick Count Dipermasalahkan, Indonesia Tak Siap Terapkan E-Voting?

5. Semarang

Di saat wasyarakat Indonesia belum mengenal apalagi memiliki e-KTP, sejumlah pemuda di Kota Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 2009 lalu mulai menginisiasi proses pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) dengan memanfaatkan dua buah computer layar sentuh.

Tepatnya pada Sabtu malam, 1 Agustus 2009 lalu, warga RT 07 RW 06 Kelurahan Pedurunan Tengah, Kota Semarang, berkumpul di sebuah lapangan untuk memilih satu diantara tiga calon ketua RT yang mencalonkan diri. Tiga buah komputer layar sentuh yang masing-masing ditempatkan di meja terpisah berada di tengah lapangan.

Satu per satu warga dipanggil untuk maju ke salah satu meja yang telah ditentukan. Sentuh layar sesuai dengan calon Ketua RT pilihannya. Selesai. Karena belum ada e-KTP, saat itu sistem verifikasi calon pemilih dilakukan dengan memodifikasi KTP warga dengan teknologi RF-ID (radio frequency identification). Teknologi ini merupakan salah satu bentuk teknologi pembacaan data (scanning) sebelum era barcode.

Alat scanning RF-ID akan membaca data KTP yang telah dimodifikasi tadi, dan nama pemilik KTP pun telah terdaftar dalam daftar pemilih. Ide ini muncul setelah berkaca pada pelaksanaan Pilpres di 2009 yang dianggap cukup carut-marut. Sistem awal ini oleh beberapa pihak dianggap sebagai cikal bakal ide pembuatan e-KTP di level nasional.

Sebenarnya di luar kelima daerah di atas, masih banyak lagi daerah-daerah di Indonesia yang telah memanfaatkan sistem e-voting untuk proses pemilihan di wilayahnya. Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), misalnya, kabarnya telah sukses menerapkan sistem e-voting ini di sedikitnya 330 wilayah di seluruh Indonesia. Nah, dengan data dan fakta di atas, masih percaya bahwa masyarakat Indonesia belum siap menggunakan e-voting untuk Pemilu? Masyarakat kita terbukti sudah sangat ‘melek teknologi’ kok, sehingga kalau masih ada anggapan bahwa masyarakat kita belum siap, itu yang dimaksud itu sebenarnya masyarakat yang mana ya?

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: