Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua MK: Pemilu di Indonesia Paling Sulit di Dunia

Ketua MK: Pemilu di Indonesia Paling Sulit di Dunia Kredit Foto: Antara/Septianda Perdana
Warta Ekonomi, Bogor -

Pemilu tahun 2019 ini memang sangat sulit dilakukan. Pasalnya, tidak kurang dari 90 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia karena kelelahan. Ini sangat disesalkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Anwar Usman.

Hal ini dikatakannya didepan 118 orang wartawan sebagai peserta pelatihan dalam tema "Program Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Wartawan Se-Indonesia" di Pusdiklat Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor Jawa Barat, Senin (22/4/2019) malam.

Baca Juga: Mantan Ketua MK Saran Sengketa Pilpres Jangan Pakai People Power, Eh Begini Tanggapan BPN...

"Saya tidak mengharapkan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 ini bermuara ke MK. Meski demikian, jika memang akhirnya Pilpres ini ujungnya bersengketa sampai ke MK,  pastinya saya telah siap," katanya.

Dikatakannya, bahwa ia sangat  merasa galau dan merasa ikut berdosa. Pasalnya, ikut memutuskan pelaksanaan Pemilu serentak yang telah menyebabkan korban bagi KPPS meninggal dunia karena kelelahan.

"Tapi, keputusan hakim bukanlah firman Tuhan. Dan ini sudah diputuskan, seharunya tidak boleh menanggapi keputusan yang sudah diputus," ujarnya.

Baca Juga: Ngapain Pemilu Ulang? Kita Sudah Menang

Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan bahwa Pemilu serentak tahun ini adalah Pemilu paling kompleks di dunia. Dengan jumlah pemilih 192 juta orang lebih yang tersebar di tiga zona waktu, dan dilakukan dengan cepat, hanya 6 jam. 

"Para pendukung Paslon (Pasangan Calon) terus membangun opini publik. Sebagian pakar yang berpihak menyampaikan komentar-komentar yang memanaskan suasana. Ditambahkan lagi maraknya berita-berita hoax di media sosial. Menambah rumitnya masalah," ujarnya.

Dikatakannya, pers Indonesia harus melakukan dua hal, yaitu menyebarluaskan berita berdasarkan fakta, seimbang dan adil. Kemudian, pers harus tetap skeptis terhadap segala informasi, dengan melakukan pengecekan ulang di lapangan. 

"Hati-hati menggunakan isu-isu di Medsos sebagai bahan berita, untuk informasi awal boleh, tapi harus diverifikasi lagi," pungkasnya.  

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: