Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Canggih! Konsumen Bisa Lacak Produk Nestle di Carrefour Pakai Blockchain

Canggih! Konsumen Bisa Lacak Produk Nestle di Carrefour Pakai Blockchain Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nestle dan Carrefour baru saja mengumumkan kerja samanya dalam pemanfaatan teknologi blockchain untuk mempermudah konsumen yang ingin melacak produk kentang tumbuh instan Mousline sejak dari pabrik Nestle hingga sampai di swalayan Carrefour.

Pelacakan data produk tersebut nantinya akan bisa dilakukan konsumen lewat platform berbasis blockchain bernama IBM Food Trust. Sebagaimana diumumkan secara resmi oleh kedua pihak pada pertengahan bulan ini, nantinya konsumen yang ingin mengetahui berbagai informasi produk mulai dari tanggal produksi, waktu penyimpanan, lokasi gudang dan beragam parameter kendala mutu lainnya cukup pindai QR Code yang ada pada kemasan melalui ponsel pribadinya.

Untuk proyek awal, proses sharing informasi produk ini baru tersedia untuk Mousline yang dijual di Perancis.

Sebagaimana dilansir Coindesk.com beberapa waktu lalu, Nestle pada dasarnya telah meluncurkan sejumlah uji coba melalui platform IBM Food Trust sejak 2017 lalu. Bahkan Nestle terdaftar sebagai salah satu pendiri bersama dengan sejumlah perusahaan lain. Meski demikian, disebutkan juga bahwa baru pertama kali ini Nestle memanfaatkan teknologi blockchain untuk berbagi data dengan konsumen.

Baca Juga: Ampun, Gara-gara Teknologi Baru Ini, Keamanan Data Blockchain Terancam?

"Kami memanfaatkannya (blockchain) untuk meningkatkan transparansi atas kualitas produk kami secara lebih akurat, kredibel, dan netral kepada pelanggan. Kami yakin hal itu bakal membawa manfaat pada seluruh rantai pasokan yang ada, baik untuk para peritel dan juga konsumen," ujar Wakil Presiden sekaligus Kepala Global Supply Chain Nestle, Vineet Khanna.

Sementara itu, Direktur Program Blockchain Carrefour, Emmanuel Delerm menyatakan bahwa pihaknya telah mengerjakan platform blockchain-nya sendiri secara internal selama lebih dari satu tahun, sebelum kemudian sepakat berpindah ke platform buatan IBM.

"Ini merupakan tindak lanjut kami atas program Act for Food yang menyasar peningkatan mutu pengolahan makanan, sekaligus turut mempopulerkan pemanfaatan blockchain di industri," tutur Delerm.

Sedangkan IBM dengan mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan ada sedikitnya 400 ribu korban jiwa akibat makanan yang tercemar. Karenanya, lewat pemanfaatan blockchain dapat diupayakan sharing data secara lebih baik sehingga dapat bermuara pada peningkatan level keamanan makanan karena seluruh data dapat dilacak dengan cepat dan akurat.

Baca Juga: The New York Times Bersiap Publikasikan Berita Lewat Blockchain?

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: