Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Impor Beras atau Tidak, Gunakan Indikator Harga

Impor Beras atau Tidak, Gunakan Indikator Harga Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Board Member Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arianto Patunru mengatakan, pemerintah sebaiknya menggunakan harga sebagai indikator perlu atau tidaknya melakukan impor beras. Bila harga tinggi, maka ketersediaan beras di pasaran berkurang dan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian impor bisa dijadikan pilihan untuk mengisi kekurangan pasokan dan menstabilkan harga.

Namun, kalau pergerakan harga dianggap tidak cukup membuktikan adanya kelangkaan pasokan beras. Ia pun menyarankan pemerintah untuk menggunakan teknologi untuk memantau hasil produksi beras.

Penggunaan teknologi, lanjutnya, bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik antar instansi pemerintah yang seringkali memiliki data komoditas pangan yang berbeda satu sama lain. Padahal data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan dibutuhkan untuk menjadi dasar pengambilan sebuah kebijakan.

Baca Juga: Stok Beras RI Cukup, Bulog Akan Ekspor Beras ke Beberapa Negara

“Kita lihat saja yang paling sederhana dari harga. Bila harga tinggi, berarti ketersediaan langka, maka lakukan impor. Namun, bila indikator harga masih belum bisa dipercaya, ya gunakan satelit. Kan katanya mau ada pantau beras pakai satelit. Nah itu saja realisasi jadi data itu tidak beda-beda terus jadi ribut. Konflik akibat perbedaan data antara satu instansi dengan instansi lain seharusnya tidak terjadi lagi di masa mendatang,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Sementara itu peneliti CIPS, Assyifa Szami Ilman menambahkan, pemerintah perlu melakukan perbaikan data pangan untuk mengurangi kesemrawutan impor. Perbaikan data pangan juga perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari berbagai rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait impor beberapa waktu yang lalu.

Kegiatan impor yang belum efektif sebenarnya didasarkan pada acuan data yang dijadikan dasar untuk melakukan impor. Sehingga jika data acuan tidak dapat diandalkan, hasilnya adalah kebijakan yang tidak efektif. Permasalahan yang seringkali dihadapi Indonesia adalah data pangan yang selama ini selalu dijadikan acuan untuk melakukan impor belum sepenuhnya bisa diandalkan. Perbaikan data komoditas baru dilakukan pada komoditas beras, itupun baru pada akhir Oktober 2018 lalu. Sedangkan data-data komoditas lain seperti jagung dan kedelai dapat dikatakan belum terintegrasi menjadi data tunggal yang dapat diandalkan pemerintah dan publik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: