Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dikepung Fintech dkk, Bisnis BPR Kian Menantang

Dikepung Fintech dkk, Bisnis BPR Kian Menantang Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sedikitnya 722 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia ternyata belum mampu memenuhi ketentuan modal inti minimum sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Dalam POJK tersebut, diatur bahwa seluruh BPR di Indonesia hingga 31 Desember 2019 ini wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 miliar dan Rp6 miliar sesuai dengan size bisnisnya selama ini.

Masalah modal inti BPR kini memang  tengah menjadi concern OJK seiring dengan kian banyaknya lembaga jasa keuangan yang business model nya beririsan dengan segmen pasar bank skala mikro itu. Lantaran beririsan, kelanjutan bisnis BPR ke depan pun menjadi semakin menantang.

“Contoh nyata adalah tantangan dari munculnya perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) yang bergerak di segmen pembiayaan digital atau peer to peer (P2P) lending. Meski kita bisa bilang kinerja BPR saat ini masih positif, namun harus diakui bahwa hadirnya P2P lending jelas mengancam (bisnis) BPR,” ujar Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK, Ayahandayani, dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, akhir pekan.

Menurut wanita yang akrab disapa Ani ini, hadirnya fintech P2P lending pantas untuk segera diwaspadai dan disikapi oleh kalangan BPR. Hal ini lantaran meski rata-rata suku bunganya lebih tinggi dibanding BPR, namun fintech memiliki sejumlah keunggulan mulai dari kemudahan akses hingga syarat pencairan yang tidak berbelit dan relatif lebih mudah dibanding pengajuan pinjaman dari BPR dan lembaga jasa keuangan konvensional lainnya.

“Suku bunga fintech saat ini rata-rata sekitar tiga persen per bulan, jauh lebih tinggi dibanding suku bunga BPR yang mengacu pada suku bunga yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sebesar 9,5 persen per tahun. Taruhlah dengan spread sekitar 9-10 persen, maka BPR bisa kasih bunga maksimum 20 persen per tahun. Namun meski bunganya lebih tinggi, fakta di lapangan fintech masih sangat diminati masyarakat,” tutur Ani.

Tak hanya harus bersaing dengan fintech, BPR juga masih harus awas terhadap persaingan dengan bisnis penyaluran pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Lembaga Keuangan Masyarakat (LKM) hingga program pembiayaan murah dari pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan juga Laku Pandai.

“Belum lagi program Corporate Social Responsibility (CSR) lembaga pemerintah dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu juga bank-bank umum yang sesuai ketentuan wajib menyalurkan 20 persen dari total nilai pembiayaan ke segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Ini semua membuat prospek bisnis BPR ke depan semakin menantang, sehingga kecukupan modal inti perusahaan menjadi sangat penting agar BPR bisa bertahan dan memiliki daya saing,” tegas Ani.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: