Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Fatwa' Haram #2019GantiPresiden dari Sang Inisiator, Cari Aman atau Penggembosan BPN? (3)

'Fatwa' Haram #2019GantiPresiden dari Sang Inisiator, Cari Aman atau Penggembosan BPN? (3) Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, menegaskan bahwa PKS tetap solid dengan koalisi Adil dan Makmur ketika ditanya tentang maksud pernyataan Mardani.

Baca Juga: "Fatwa" Haram #2019GantiPresiden dari Sang Inisiator, Cari Aman atau Penggembosan BPN? (1)

"PKS komitmen dengan keberadaannya dalam koalisi dengan BPN, dengan Prabowo-Sandi," ujar Hidayat.

Baca Juga: "Fatwa" Haram #2019GantiPresiden dari Sang Inisiator, Cari Aman atau Penggembosan BPN? (2)

Ia menolak pernyataan yang dituduhnya dipelintir dan mengesankan seolah-olah PKS 'menyerah' dalam pemilu kali ini.

"Seolah-olah beliau (Mardani) mengibarkan bendera putih, sudah nggak ada lagi (tagar) 'Ganti Presiden', seolah-olah kemudian sudah selesai lah," bebernya.

Satu suara dengan Hidayat, juru bicara BPN sekaligus politikus Gerindra Andre Rosiade meyakinkan bahwa koalisi Prabowo-Sandi masih kokoh.

"Sampai sekarang alhamdulillah masih sangat solid, komunikasi sangat baik," tuturnya.

Akan tetapi, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai koalisi Prabowo kali ini tidak sekuat Koalisi Merah Putih tahun 2014 lalu.

Pada tahun 2014, Koalisi Merah Putih yang terdiri dari tiga partai, Gerindra, PKS, dan PAN, solid hingga pasca-putusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan pasangan Jokowi-JK setelah hasil pemilu digugat Prabowo-Hatta.

Sementara kali ini, sebelum hasil pemilu diumumkan KPU, Partai Demokrat dan PAN sudah lebih dulu menjalin komunikasi dengan kubu petahana.

"Kalau melihat basis koalisinya memang lebih lemah, artinya kalau dulu memang nyaris tidak ada suara-suara sumbang dari dalam," kata Adi.

Hal itu, menurutnya, dikarenakan disparitas suara Jokowi-Ma'ruf terlampau dominan. Hal tersebut mengakibatkan anggota koalisi Prabowo-Sandi sulit berspekulasi untuk menyatakan bahwa pasangan yang mereka usung masih mampu membalap suara Jokowi.

"Kalau kekalahannya cuma dua atau tiga persen, mungkin mereka masih berpekulasi bahwa 02 ini akan mampu membalap dan melampaui. Tapi ini selisihnya di atas 10%, jadi dalam kondisi apa pun, saya kira agak susah untuk mengalahkan," ujar Adi.

Disparitas suara itu yang kemudian membuat PKS, PAN, dan Demokrat tampak 'melunak' belakangan. "Wajar kalau mereka ini mengharamkan segala sesuatu yang menjadi alat agitasi dan propaganda mereka ini dari jauh-jauh hari."

Langkah pragmatis

Sementara menurut pengamat politik dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Hurriyah, sikap partai anggota Koalisi Adil dan Makmur yang "melunak" disebabkan oleh politik pragmatis yang tengah dilakoni mereka.

"Langkah yang rasional saja yang dilakukan oleh elit-elit politik, apalagi kemudian dari kubu Jokowi sendiri kan membuka peluang untuk kubu oposisi untuk juga bergabung. Jadi ini juga soal perilaku elit yang pragmatis," tutur Hurriyah.

Perilaku pragmatis tersebut tak lepas dari pembentukan koalisi yang tidak alami alias dipaksakan. Menurutnya, karena hanya ada dua kandidat capres-cawapres, maka partai politik mengambil langkah pragmatis dalam menentukan akan bergabung dengan koalisi yang mana.

Untuk itu, Hurriyah menilai tidak mengherankan bila kemudian ada partai yang kemudian dengan mudahnya berubah haluan.

Adi Prayitno menggambarkan sikap pragmatis tersebut dalam dua jenis rencana yang dimiliki setiap partai dalam menghadapi hasil pemilu.

"Ada Plan A dan Plan B. Plan A-nya sih tentu partai-partai ini berharap 02 menang, cuma sepertinya mulai nggak rasional kalkulasinya," beber Adi.

"Ya mereka bikin Plan B, sebagai jaring dan gejala gitu, bahwa mereka siapa tahu ada kemungkinan bisa menjadi dari pemerintah, terutama PAN dan Demokrat," sambungnya.

Sebelum pernyataan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera tentang "mengharamkan"#2019GantiPresiden Jumat (3/5) lalu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan juga sempat berbincang dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Rabu (24/4) lalu.

Setelahnya, yaitu pada Kamis (2/5) lalu, Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga memenuhi undangan Presiden Jokowi untuk bertemu empat mata di Istana Merdeka, Jakarta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: