Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

10 Juta Jiwa Terancam Mati Akibat AMR, Kementan dan Asosiasi Lakukan Ini

10 Juta Jiwa Terancam Mati Akibat AMR, Kementan dan Asosiasi Lakukan Ini Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Resistensi Antimikroba (AMR) telah menjadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat, hewan, dan lingkungan. Pernyataan ini disampaikan Ni Made Ria Isriyanthi dari Direktorat Kesehatan Hewan mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan.

Menurut dokter hewan ini, hal tersebut terjadi karena munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak bertanggung jawab di berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat, peternakan dan kesehatan hewan, pertanian serta perikanan.

Berdasarkan studi dari WHO pada 2014, diperkirakan angka kematian akibat AMR dapat mencapai 10 juta jiwa pada 2050 bila tidak ada pengendalian AMR. Untuk mencegah bertambahnya kerugian dan memperlambat laju AMR diperlukan langkah strategis dari berbagai sektor kesehatan dan sektor terkait lainnya.

"Pemerintah Indonesia melalui Kementan dan kementerian terkait mengambil langkah strategis dengan Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) yang merupakan tidak lanjut dari Rencana Aksi Global," kata Ria melalui keterangan tertulisnya, Kamis (9/5/2019).

Lebih lanjut, Kementan melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait resistensi antimikroba sejak 2016 melalui Pekan Kesadaran Antibiotik sedunia, seminar bagi mahasiswa kedokteran hewan di 11 universitas di Indonesia, seminar bagi peternak unggas melalui sarasehan, expo dan pameran (Indolivestock, ILDEX, dan Sulivec) dengan melibatkan sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.

Baca Juga: One Health Buka Peluang Ekspor Produk Peternakan ke Jepang

"Kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait AMR juga dilakukan untuk para stakeholders secara bertahap dari 2017 hingga sekarang," tambah Ria pada seminar Peningkatan Kesadaran tentang Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba.

Sementara itu, Tri Satya Putri Naipospos dari Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) menyampaikan, pengendalian AMR harus menggunakan pendekatan one health yang bersifat multisektor dan melibatkan semua aktor dari peternakan ke konsumen, dan dari fasilitas kesehatan ke lingkungan.

Penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan, termasuk dokter hewan di berbagai sektor seperti praktisi, perwakilan sektor swasta, terutama perusahaan obat-obatan hewan dan pabrik pakan, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi), atau pun asosiasi profesi untuk dokter hewan (PB-PDHI), serta Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI).

"Ke depan mereka dapat menjadi agen perubahan dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan dan masyarakat untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan," ujar Tri Satya. 

Hari Parathon dari Komite Pengendali Resistensi Antimikroba (KPRA) Kemenkes menegaskan pentingnya penggunaan antibiotik yang bijak. Hal ini dijelaskannya dapat mencegah dan mengurangi laju AMR sehingga di masa depan masyarakat masih bisa mengonsumsi antibiotik.

Hal yang sama juga disampaikan Irawati Fari, Ketua Umum Asohi. Irawati menekankan peran petugas lapangan dalam memastikan pemberian obat yang tepat dan bijak.

"Asohi mendukung pemerintah dalam implementasi berbagai peraturan, seperti peraturan terkait pelarangan penggunaan antibiotik untuk imbuhan pakan, juga petunjuk teknis untuk medicated feed," ungkap Irawati.

Baca Juga: Kreatif Tingkatkan Produksi, Ekspor Obat Hewan Indonesia Tembus 93 Negara

Tujuan seminar yang dihelat Kementan bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, Asohi, serta Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) ini, yakni (1) meningkatkan kesadaran dokter hewan technical service tentang penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab, (2) mempromosikan kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab profesi dokter hewan tentang penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di sektor peternakan dan kesehatan hewan, dan (3) mendorong dokter hewan menjadi agen perubahan pada penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: