Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang Dagang Kembali Berkobar, Indonesia Wajib Perkuat Manufaktur

Perang Dagang Kembali Berkobar, Indonesia Wajib Perkuat Manufaktur Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ancaman perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali mewarnai perdagangan global. Hal ini dipicu oleh pernyataan Presiden Donald Trump awal pekan ini mengenai ancaman kenaikan tarif bagi China. Ancaman ini memunculkan eskalasi ketegangan antara kedua negara yang berperan besar pada perekonomian dunia.

Sebelumnya, ada indikasi perang dagang tersebut mereda melalui beberapa pertemuan dan negosiasi yang dilaksanakan kedua negara. Namun, hal ini berubah karena Donald Trump ingin menerapkan tarif pada barang dari China yang bernilai US$200 miliar pada Jumat mendatang.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menyampaikan, menghadapi kemungkinan perang dagang yang kembali terjadi, pemerintah sebaiknya perlu bersiap-siap.

"China merupakan mitra terbesar perdagangan Indonesia. Tentunya perang dagang ini berakibat pada berubahnya pola konsumsi masyarakat China. Bisa dikatakan, produk-produk ekspor kita ke China berpotensi lesu performanya," kata Ilman.

Saat ini, China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dengan nilai US$27,1 miliar pada 2018, disusul Jepang dengan nilai US$19,5 miliar, dan AS dengan nilai US$18,5 miliar.

Baca Juga: Perang Dagang Muncul Lagi, Saham Asia Kompak Berguguran

Setelah perang dagang pertama kali menegang di akhir 2018, salah satu sektor yang terdampak dari perdagangan perang saat itu adalah manufaktur. Sektor ini, lanjutnya, mengalami perlambatan pertumbuhan dari 4,38% menuju 4,3% di akhir 2018.

Ilman menambahkan, manufaktur berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat saat ini perekonomian Indonesia sedang melalui tahapan transformasi struktural.

Peran manufaktur mendorong perekonomian Indonesia ke depan semakin mantap didorong oleh industri dan lebih baik lagi mampu mendorong Indonesia lepas dari ketergantungan ekspor berbasis bahan mentah yang hingga saat ini masih besar.

"Pemerintah sebaiknya bersiap-siap mendukung industri manufaktur berbasis ekspor agar lebih kompetitif di pasar internasional. Penguatan ini perlu dilakukan supaya dapat menangkap peluang dari perang dagang ini dengan menjadi alternatif pilihan bagi dua negara tersebut sebagai sumber pasokan barang mentah," tutur Ilman.

Dukungan ini dapat dimulai dengan memberikan pelonggaran sementara terhadap barang-barang yang masih menghadapi restriksi seperti bea ekspor agar harga barang ekspor di pasar internasional lebih kompetitif.

Namun perlu diingat, Indonesia perlu mendorong peningkatan nilai jual produk ekspor tersebut. Insentif bagi pelaku usaha untuk mengekspor produk olahan bernilai jual lebih tinggi untuk dapat diberikan melalui skema keringanan kewajiban, seperti keringanan pajak, baik temporer maupun permanen.

Baca Juga: Dampak Buruk Perang Dagang AS vs China Versi Warren Buffett

Sebenarnya sulit untuk mengetahui kapan akhir dari perang dagang ini. Kehadiran perundingan tidak bisa dijadikan indikator akan meredanya perang dagang. Mengingat Indonesia bergantung pada dua negara tersebut sebagai mitra dagang utama, pemerintah perlu memastikan komoditas yang diekspor saat ini memiliki harga yang kompetitif di pasar internasional dan secara konsisten mendorong peningkatan ekspor untuk produk dengan nilai jual yang lebih tinggi.

"Semua ini dapat dicapai dengan mendukung sektor manufaktur," tutup Ilman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: