Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Manulife Indonesia Fokus Jaga Kepercayaan Nasabah

Manulife Indonesia Fokus Jaga Kepercayaan Nasabah Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjaga kepercayaan nasabah bisa menjadi kunci sukses sebuah perusahaan. Hal itu jugalah yang terjadi pada perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia). Kinerja positif yang diraih tiap tahunnya, tidak lepas dari keberhasilan perusahaan menjaga kepercayaan nasabah.

 

“Nasabah harus menjadi yang terutama. Jangan lihat dari hasil laba dulu, tetapi pikirkan dulu apa yang diperlukan nasabah,” ujar Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Manulife Indonesia Jonathan Hekster saat memberikan apresiasi kepada dua nasabah Manulife Indonesia di Jakarta, baru-baru ini.

 

Hekster yang didampingi jajaran direksi Manulife Indonesia lainnya memberikan tanda apresiasi kepada Yovita Gunawan (41) dan Emiryzard Shah Khaled Hilman (18 tahun). Kedua nasabah itu merupakan nasabah unik Manulife Indonesia. Yovita merupakan nasabah yang memiliki polis Manulife terbanyak yakni 29 polis dan Emir, sapaan akrab Emiryzard, adalah pemegang polis termuda di Manulife Indonesia.

 

Hekster menjelaskan, kekuatan bisnis Manulife Indonesia adalah untuk memastikan kapabilitas pembayaran klaim kepada nasabah. Sepanjang 2018, Manulife Indonesia membayar klaim ke nasabah sebesar Rp 5,5 triliun. “Jangan sampai saat nasabah mengalami bencana, kita tambah lagi dengan ketidakpastian,” tutur Hekster.

 

Baca Juga: Manulife Catatkan Kenaikan Laba 170% Menjadi Rp 2,6 Triliun

 

Ternyata, apa yang disampaikan Hekster, diamini baik oleh Yovita dan Emir. Keduanya mengaku puas dengan layanan yang diberikan Manulife Indonesia, terutama dalam kepastian klaim. Bahkan, saking puasnya, Yovita membeli 29 produk proteksi Manulife untuk ia dan keluarganya. Tak hanya soal klaim, tetapi layanan dan kejujuran Manulife Indonesia yang membuatnya puas.

 

Yovita mengisahkan, ia memiliki polis pertamanya tahun 1998 yakni produk Darma Prodana. Produk proteksi kesehatan dan investasi itu ternyata sangat menguntungkan, hanya beberapa kali bayar, imbal hasilnya cukup besar. Setelah itu ia mengambil produk lainnya. Pernah suatu ketika ia harus menjalani operasi, ternyata tidak sampai 12 hari, klaimnya cair. Begitu juga ketika saya masuk rumah sakit, tetapi tidak memiliki waktu klaim dan mengurus administrasi klaim di rumah sakit, ternyata dibantu agen asuransi Manulife hingga seluruhnya selesai dan klaim dibayar dalam dua pekan.

 

“Saya bilang ke agen, Manulife bagus, kalau ada produk bagus lainnya beritahu ke saya, ternyata memang produk-produknya bagus. Sekarang ini, mungkin saya sudah punya semua produk Manulife,” ujarnya.

 

Baca Juga: Manulife Bayarkan Klaim Rp7 Triliun per Tahun

 

Yovita mengaku beberapa kali ditawari rekannya untuk membeli produk asuransi dari perusahaan lain. Namun, karena ia sudah mengalami pengalaman yang baik dengan Manulife, ia sulit pindah ke yang lainnya. “Pernah ada kawan saya yang ikut asuransi lain, mengalami kecelakaan. Ia kehilangan satu jari tangannya. Ternyata klaimnya ditolak. Asuransinya itu hanya mengcover untuk kehilangan satu tangan. Saya dengar yang seperti itu membuat saya takut,” keluh Yovita sedih.

 

Makanya, saat mendapat kemudahan klaim di Manulife, Yovita semakin memiliki ketetapan hati. Malah, ia terus menambah kepesertaannya di Manulife. Produk terakhir yang ia beli adalah produk Manulife Prime Assurance (MPA), produk proteksi premium untuk individu high net-worth (HNW) atau kalangan menengah atas. Hanya membayar Rp 150 juta per tahun selama 10 tahun, ia mendapat perlindungan senilai Rp 25 miliar. Bahkan, ia dengan mudah klaim saat melakukan rawat jalan.

 

Yovita mengisahkan, sejak lama memang ia menginginkan adanya produk yang memberi perlindungan untuk rawat jalan. Apalagi, ia memiliki penyakit maag yang kerap muncul. Sementara, biaya rawat jalan tidak murah, biaya dokter saja sudah ratusan ribu Rupiah, padahal penyakit yang diderita tidak membutuhkan rawat inap.

Lewat MPA, ia cukup menunjukkan kartu, tidak perlu membayar seluruh biaya pengobatan. 

 

“Ini kartu ajaib, pernah saya coba saat sedang kena batuk dan pilek yang berat, ternyata cukup tunjukkan kartu ke pihak rumah sakit, semuanya beres,” ujar Yovita.

 

Baca Juga: Manulife Indonesia Bayar Klaim Korban Gempa Palu Rp875 Juta

 

Ia membeli produk MPA untuk dirinya dan suami. Saat muncul produk serupa untuk perlindungan rawat jalan anak, ia juga membelinya untuk kedua anaknya. “Soalnya, anak-anak yang rentan sakit, makanya saya ambil untuk kedua anak saya,” papar Yovita.

 

Diakui, selain layanan yang baik, ia juga menghitung benefit dari produk yang ditawarkan agen Manulife. Sebagai akuntan, ia mengaku menghitung dengan cermat imbal hasil yang bisa diperoleh dari produk-produk yang ditawarkan. “Kalau menguntungkan, dan saya ada uang, saya ambil. Jika dibandingkan bunga bank deposito, tentu ini lebih tinggi. Dapat untung dan dapat proteksi buat saya dan keluarga,” tambah dia.

 

Menurut dia, perlunya asuransi karena biaya rumah sakit terus meningkat. Yovita menilai, dengan ikut asuransi dengan benefit yang tinggi, ia tidak khawatir ketika sakit untuk mendapat layanan terbaik di rumah sakit.

 

Hal lain yang membuat ia “cinta berat” dengan Manulife adalah kejujuran perusahaan asuransi asal Kanada itu. Pernah suatu ketika ia membayar premi tahunan Rp 100 juta. Saat itu ia tidak tahu bahwa semestinya ia sudah selesai membayar tahapan premi. Ternyata, dua pekan kemudian, ia menerima uang masuk ke rekeningnya dari Manulife sebesar Rp 100 juta.

 

“Saya kaget ada uang masuk sebesar itu. Saya tanya ke agen saya, ternyata setelah diperiksa, itu premi yang saya bayarkan untuk polis yang sudah selesai masa pembayaran preminya. Ini uang besar, ternyata Manulife jujur, saya kelebihan bayar, langsung dikembalikan,” papar dia.

 

Pengalaman itu berbeda dengan produk asuransi yang pernah dibeli suaminya di Singapura, baru-baru ini tanpa sepengetahuannya. Agen di sana menyebutkan premi hanya dibayar 20 kali, ternyata setelah dicek, premi yang harus dibayar suaminya berkali-kali lipat, hingga 71 tahun, atau selama lebih ari 30 tahun membayar premi. “Makanya kami tutup polis itu, walaupun kami rugi belasan ribu dolar Singapura,” papar dia.

 

Baca Juga: Incar Kelas Atas, Manulife Luncurkan Produk Proteksi Premium

 

Menurut Yovita, menjaga kepercayaan nasabah itu penting. Itulah peran agen asuransi, harus jujur dan menjaga citra perusahaannya. Jika kepercayaan itu dijaga, tentu nasabah akan puas dan tak ragu untuk membeli produk terbaru lainnya.

 

Sementara itu, Emir, nasabah termuda Manulife mengaku membeli polis asuransi Manulife Indonesia karena pengalaman buruk yang dihadapi kakak sulungnya. Kakaknya berkali-kali masuk rumah sakit dan menghabiskan uang yang sangat besar. Sementara, kakaknya itu tidak memiliki proteksi asuransi. Belajar dari pengalaman itu, kakak keduanya ikut perlindungan asuransi Manulife Indonesia dan mendapat proteksi dengan layanan memuaskan.

 

“Makanya, saya ikut membeli polis Manulife, apalagi kata ayah saya, produk asuransi itu juga ada investasinya,” ujar Emir. Emir mengaku, ia ikut urunan membayar premi bersama kedua orangtuanya dari uang sakunya bermain band. Menurut dia, adanya perlindungan jiwa berikut investasi membuat ia lebih percaya diri untuk proteksi di masa mendatang. Apalagi, pada masa mendatang, biaya untuk perawatan di rumah sakit tentu tidak murah.

 

Beberapa waktu lalu, Soemaryono Rahardjo dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) kepada awak jurnalis menjelaskan, selalu ada peningkatan tarif di rumah sakit swasta di Indonesia. Hal itu terjadi karena mengikuti laju inflasi. Selain itu, perkembangan teknologi juga mempengaruhi biaya berobat di rumah sakit.

 

Ia juga mengatakan, harga obat setiap tahun juga terus meningkat. Biaya obat menjadi modal tertinggi yang mempengaruhi sekitar 35-40% dari tarif rumah sakit. Soemaryono juga menuturkan kalau rumah sakit swasta semua modal menggunakan dana pribadi. Berbeda dengan rumah sakit pemerintah yang memiliki berbagai subsidi termasuk pembelian alat kesehatan.

 

Berdasarkan catatan, peningkatan biaya kesehatan di Indonesia jauh melampaui tingkat inflasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, peningkatan biaya kesehatan tahunan di Indonesia mencapai 36% selama 10 tahun terakhir ini. Angka itu jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi yang hanya di bawah satu digit.

Belum lagi adanya fakta 20 % masyarakat menengah ke atas jatuh miskin akibat terserang penyakit kritis.

 

Kondisi itu tak jauh beda dengan kondisi global. Berdasarkan laporan terbaru dari Bank Dunia dan WHO akhir 2017, sedikitnya separuh penduduk dunia kekurangan layanan kesehatan dasar, dan banyak rumah tangga jatuh ke dalam kemiskinan setiap tahun akibat tingginya biaya kesehatan. Setiap tahun sebanyak 800 juta orang menghabiskan sedikitnya 10% dari anggaran rumah tangga mereka untuk biaya kesehatan.

 

Hal itulah yang mendorong Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan AAJI Maryoso Sumaryono kepada wartawan pertengahan April lalu mengatakan, AAJI berharap pemerintah dapat memperkuat penetrasi asuransi jiwa yang dalam beberapa tahun terakhir belum mengalami pertumbuhan signifikan.

 

“Penetration rate asuransi jiwa di Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara,” ujar Maryoso.

 

Berdasarkan data AAJI, penetrasi asuransi jiwa pada 2018 tercatat 1,3 %, menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,4 %. Penetrasi pada 2017 tercatat sebagai penetrasi tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: