Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

IPO Uber-Lyft Loyo, Gimana Prospek Buat Grab dan Go-Jek, Bro?

IPO Uber-Lyft Loyo, Gimana Prospek Buat Grab dan Go-Jek, Bro? Kredit Foto: Tech Crunch
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kinerja IPO Uber dan Lyft yang tak terlalu baik diproyeksikan akan memberikan dampak buruk kepada bisnis Grab dan Go-Jek, pemain di sektor berbagi tumpangan Asia Tenggara. Apalagi, bila keduanya berencana untuk melantai di bursa di masa depan.

Pelbagai analis menyarankan agar keduanya fokus untuk mencari cara dalam mengumpulkan keuntungan sebelum debut di bursa. Semata-mata karena tak ingin kedua perusahaan Asia Tenggara itu mengalami pahitnya saham anjlok pasca-IPO, seperti yang terjadi pada Uber dan Lyft.

"Mengingat kinerja IPO dari Lyft dan Uber sejauh ini, itu pasti tidak akan menghasilkan penilaian yang lebih baik untuk perusahaan-perusahaan berbagi tumpangan lainnya," kata Tom White, Analis Riset Senior di D.A. Davidson di Amerika Serikat, dikutip dari Nikkei Asian Review, Selasa (21/5/2019).

Baca Juga: Kalau Grab dan Go-Jek Mau IPO, Analis Sarankan Hal Ini

Tantangan relevan lain yang juga membebani Grab dan Go-Jek: meyakinkan investor tahap selanjutnya untuk berpartisipasi dalam putaran penggalangan dana lanjutan, sebelum melangkah ke IPO, kata Kepala Cento Ventures, Mark Suckling.

Apalagi, melihat perjuangan berat keduanya dalam menjangkau seluruh Asia Tenggara, analisis oleh Bank DBS Singapura menunjukkan, hanya satu pemain yang bisa meraih keuntungan dalam bisnis utama; transportasi berbasis teknologi.

Analis Teknologi Bank DBS, Sachin Mittal, berujar, "Pemain lain harus menunjukkan kemampuan dalam memanfaatkan basis pengguna dan basis aset untuk mengeksplorasi lini bisnis lain yang lebih menguntungkan."

Yang perlu dicatat, Grab dan Go-Jek memposisikan diri sebagai aplikasi super dengan berbagai layanan, meliputi: pengiriman makanan, asuransi, pembayaran elektronik, streaming video, transportasi, pemesanan hotel, dan sebagainya. Kedua decacorn itu mungkin memiliki potensi berekspansi ke sektor-sektor yang sejauh ini gagal dimanfaatkan oleh Uber dan Lyft.

Baca Juga: IPO Uber Tak Bergairah, Saham SoftBank Ikut Melemah

"Sangat penting untuk paham, baik bisnis ataupun model operasi kami sangat berbeda dari Uber atau Lyft," kata juru bicara Grab dalam laporan Nikkei.

Berbagai layanan yang perusahaan tawarkan dipercaya dapat jadi alat ampuh dalam meningkatkan efek jaringan yang ada. Sehingga dapat mendorong lintas penggunaan vertikal dalam aplikasi.

Analis Riset di Wedbush Securities, Daniel Ives, mendukung pernyataan itu dengan mengatakan, "Layanan keuangan yang mereka berikan mendiversifikasi aliran pendapatan, yang akan membantu mereka mencari cara untuk menghimpun keuntungan.

Kepala Cento Ventures asal Singapura, Mark Suckling memiliki opini yang serupa dengan Ives. Dengan diversifikasi layanan, Grab dan Go-Jek tak hanya mengatasi inefiensi mobilitas. Mereka pun dapat menemukan alternatif untuk meraih profitabilitas.

"Baik Grab dan Go-jek berencana untuk mengatasi inefisiensi yang lebih besar di wilayah Asia Tenggara, yang (akhirnya) dapat memberi mereka jalan alternatif menuju profitabilitas."

Sekadar informasi, masing-masing valuasi dari Grab dan Go-Jek sudah menggelembung di atas US$10 miliar selama 2018. Itu menarik sejumlah pendukung yang meliputi SoftBank Group dari Jepang, Toyota Motor, Microsoft, Google, Tencent Holdings, dan JD.com.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: