Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang dagang AS-China: Dendam China Sudah Di Ubun-ubun (1)

Perang dagang AS-China: Dendam China Sudah Di Ubun-ubun (1) Kredit Foto: Reuters/Carlos Barria
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perang dagang antara AS-China sekarang sudah memengaruhi tata bisnis global. Huawei misalnya, kini sedang megap-megap. Maklum, bukan hanya perusahaan-perusahaan AS yang memutuskan hubungan, tapi juga perusahaan Inggris. Dan mungkin akan menular ke Korea Selatan serta perusahaan-perusahaan lainnya.

Berikut adalah ulasan dari berbagai kemungkinan tindakan China dalam menghadapi hal ini, yang diolah dari laporan BBC.

Buku Donald Trumpberjudul "The Art of the Deal" dapat memberikan beberapa wawasan kepada Anda tentang bagaimana ia bernegosiasi dengan China di tengah perang dagang saat ini. Salah satu teori bisnisnya disebut 'berpikir negatif', yang mengantisipasi hasil terburuk, serta mempersiapkannya.

"Saya selalu mempelajari kesepakatan untuk mengantisipasi hal yang terburuk," tulisnya. "Jika kamu merencanakan untuk yang terburuk, jika kamu bisa hidup dengan hal yang terburuk, orang yang baik akan berhati-hati akan dirinya sendiri."

Baca Juga: China Ancam Inggris Bahayanya Ikut Membatasi Huawei

Akan tetapi, apakah AS benar-benar siap menghadapi hal terburuk yang dapat dilakukan China?

Dalam sebuah cuplikan dari China Central Television, yang sekarang menjadi viral di media sosial China, dendam anti-AS tampaknya sudah berada di puncak.

"China tidak mau, tetapi juga tidak takut untuk bertarung," kata presenter acara TV tersebut. "Setelah 5.000 tahun diterpa angin dan badai, kesulitan seperti apa yang belum dilewati oleh bangsa besar seperti China?"

Melihat lebih jauh ke belakang dalam sejarah China, mungkin Beijing mengambil satu halaman dari buku panduan kuno China "The Art of War". Seperti yang disarankan oleh penulis Sun Tzu: "Jika lawan Anda memiliki watak yang mudah tersinggung, berusahalah untuk membuatnya kesal".

Menjual obligasi pemerintah AS

China merupakan negara asing terbesar yang memegang obligasi pemerintah AS, yang dikenal sebagai treasury bond, tetapi pada Maret lalu mampu meningkatkan penjualan obligasi ini ke laju tercepat dalam waktu dua setengah tahun, menurut data dari Departemen Keuangan AS. Dan Beijing bisa terus melakukan hal ini meskipun akan dikenakan biaya.

Hu Xijin, pemimpin redaksi Global Times melalui juru bicara resmi Partai Komunis People's Daily, telah menulis di Twitter-nya: "China mungkin akan berhenti membeli produk-produk pertanian dan energi AS, mengurangi pesanan Boeing, serta membatasi perdagangan jasa AS dengan China. Banyak kaum intelektual di China sedang mendiskusikan kemungkinan untuk membuang treasury bond AS."

Baca Juga: Takut Huawei, Trump Menyatakan AS Darurat Serangan IT dari China

Tetapi para analis mengatakan, melakukan hal itu justru akan lebih menyakiti China. Secara sederhana, jika Beijing menjual obligasi AS, maka itu akan menurunkan dolar AS dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi AS. Namun, hal itu tidak baik untuk China dalam jangka panjang yang akan membutuhkan ekonomi global yang stabil karena ekonominya melemah. Sehingga menyakiti AS dengan cara ini, pada dasarnya akan menyakiti China juga.

Menjual treasury bond AS juga akan mendevaluasi kepemilikan China yang secara efektif menjadi tujuan sendiri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: