Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Terjangkau Bank, Fintech Rambah Pembiayaan Pertanian Jagung

Tak Terjangkau Bank, Fintech Rambah Pembiayaan Pertanian Jagung Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Munculnya peer to peer (P2P) Lending merupakan solusi atas keterbatasan bank dalam upaya peningkatan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). P2P bertindak sebagai lembaga jasa keuangan yang memberikan akses bagi UMKM yang sebenarnya layak mendapatkan pinjaman (creditworthy), tetapi mengalami kesulitan memperoleh kredit bank.

Proses bisnis yang ringkas, cepat, dan transparan membuat proses pemberian kredit menjadi lebih mudah. Penggunaan teknologi informasi juga akan membuat pemerataan kredit di seluruh wilayah Indonesia.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), Kuseryansyah menyebut, kehadiran financial technology (fintech) P2P Lending sangat dibutuhkan masyarakat. Khususnya masyarakat yang belum terjangkau oleh perbankan (unbanked).

"Kehadiran fintech P2P lending sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Karena tingginya kebutuhan pembiayaan, terutama bagi mereka yang masuk di dalam segmen unbanked dan juga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)," katanya.

Baca Juga: Minimnya Hukum di Industri Fintech Sebabkan Lemahnya Perlindungan Data Pribadi

Hal itu ditunjukkan oleh PT Glotech (Do-It), salah satu Fintek P2P yang berkomitmen untuk turut memberdayakan dan memajukan masyarakat terutama kelompok produktif yang belum tersentuh layanan keuangan.

Bahkan, Do-It belum lama ini telah menyalurkan bantuan permodalan kepada 125 orang petani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Mereka diberikan bantuan pupuk dan bibit dengan nilai sebesar Rp3.000.000,- per hektar selama masa taman. Selain itu, biaya tenaga kerja yang menggarap lading serta biaya hidup hingga masa panen.

“Bantuan permodalan ini merupakan hasil kerja sama kami dengan mitra setempat, yaitu PT Karya Bangun Informasi (KBI) yang akan menjamin ketersediaan pupuk dan benih secara tepat waktu untuk memaksimalkan hasil produksi,” ungkap Kardi, Direktur Do-It, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Sementara itu, Direktur PT KBI Cabang Sulawesi Utara Hence Lintjewas menyebut, produksi jagung di Bolaang Mongondow memiliki potensi yang cukup besar, namun disayangkan sebagian besar petani di sana kekurangan modal untuk membeli bibit dan pupuk guna memaksimalkan produksi.

PT KBI sendiri merupakan perusahaan perdagangan dan pendistribusian hasil tani yang bekerjasama dengan beberapa produsen pakan ternak besar di Sulawesi Utara. Kehadirannya, bertujuan memberikan harga jual terbaik bagi para petani dan juga memutus mata rantai tengkulak.

Karena itu, Do-It memilih bekerjasama dengan PT KBI untuk menjamin ketersediaan pupuk dan benih secara tepat waktu demi memaksimalkan produksi jagung. Adapun bentuk kerja sama yang dilakukan adalah pemberian bantuan pinjaman modal oleh Do-It kepada lima kelompok petani yang menjadi mitra KBI pada beberapa desa di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

“Dana pinjaman tersebut akan dialokasikan untuk pengelolaan lahan seluas 125 hektar termasuk pembelian pupuk, pestisida dan bibit jagung unggulan. Pinjaman modal kerja ini menggunakan sistem tanggung renteng antara sesama anggota kelompok tani guna memitigasi risiko kredit, sehingga biaya bunga yang dibayarkan oleh petani menjadi lebih ringan,” ucap Hence Lintjewas.

Kardi menambahkan, program ini dijamin oleh asuransi pertanian dari Jasindo untuk memberikan perlindungan terhadap risiko gagal panen.

“Program kerja sama ini merupakan bentuk dukungan kami terhadap kelompok masyarakat produktif untuk memaksimalkan produksi serta harga jual,” imbuhnya.

Asal tahu saja, hingga saat ini perbankan masih memiliki keterbatasan dalam penyaluran kredit UMKM. Merujuk statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2019 porsi kredit UMKM Bank Umum baru mencapai 18,5% dari total kredit secara industri. Padahal, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) sejak tahun lalu telah menginstruksikan perbankan untuk mendorong porsi kredit UMKM minimal 20% dari total kredit.

Sayangnya, bank mengalami kesulitan untuk meningkatkan kredit UMKM karena dua kendala. Pertama, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,6% secara yoy lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 11,05%. Hal tersebut mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) per April 219 meningkat menjadi 94% sehingga membatasi ekspansi kredit perbankan. Kedua, persyaratan kredit perbankan seperti agunan, rekam jejak dan perjanjian pemberian kredit masih sulit dipenuhi oleh UMKM.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: