Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gapmii Kritisi Kinerja Mentan, Ekonom Salahkan Kemenko Perekonomian?

Gapmii Kritisi Kinerja Mentan, Ekonom Salahkan Kemenko Perekonomian? Kredit Foto: Dokumentasi Kementerian Pertanian
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pernyataan organisasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmii) yang mengkritisi kinerja menteri dari sisi koordinasi dinilai janggal. Gapmii dinilai obyektif dalam memberikan gambaran ihwal skuad Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Salah satu yang mencolok soal penempatan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman. Menurut Gapmii, Amran dinilai gagal, sama seperti Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita

"Faktanya, Mentan selama lima tahun terakhir ini bisa dikatakan sebagai menteri yang berhasil," ujar Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi SP dalam keterangannya di Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/5/2019).

Gandhi menjelaskan bahwa persoalan koordinasi antar-kementerian telah diatur negara dalam Inpres 7/2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di tingkat kementerian negara dan lembaga pemerintahan.

Dalam Inpres tersebut, permasalahan koordinasi antar-kementerian wajib selesai di level rapat terbatas kementerian koordinasi. Kementerian Pertanian dan Perdagangan di bawah Menko Perekonomian.

Baca Juga: Wow! Indonesia Diminta Berbagi Tips Pembanguan Pertanian dengan Negara Lain

"Jika mengunakan logika strukturalis, maka Menko Perekonomian yang berkinerja kurang baik. Karena tidak maksimal mengoordinasikan dua kementerian dalam forum rapat terbatas dan lain-lain," beber dia.

Gandhi menegaskan bahwa Kemenko Perekonomian harusnya bisa menyelesaikan sinkronisasi di tingkat pendataan antar-dua kementerian tersebut. Sebab miss data antarkementerian ini yang kerap menjadi pemicu "kericuhan" antar-dua kementerian di publik.

"Contohnya, Kementan ingin swasembada tercapai, sedangkan kementerian perdagangan ingin tidak ada gejolak harga di pasar," jelas Gandhi.

Secara teori hal ini sering kontradiktif dalam tataran kebijakan praksis di lapang. Contohnya, muncul dari kebijakan Kementerian Perdagangan yang membuka keran izin impor beras menjelang panen.

Di sisi lain, Kementerian Pertanian menyayangkan kebijakan terbitnya izin impor tersebut. Alasannya dapat merusak harga di pasar, terlebih menjelang panen.

"Pasca-pemilu presiden, sebaiknya jika ingin memberikan penilaian kepada menteri, pihak-pihak menggunakan parameter terukur, akurat dan obyektif. Contohnya seperti target kinerja atau efisiensi kebijakan yang dibuat kementerian terhadap tupoksi yang diberikan presiden," cetus Gandi.

Pentingnya Lembaga Pangan Nasional

Sebagai solusi masalah sinkronisasi data pangan antarkementerian, pemerintah harus membentuk lembaga pangan nasional sesuai amanat UU Pangan.

Dijelaskan Gandhi, poin penting UU Pangan adalah adanya lembaga yang mempunyai otoritas kuat untuk mengoordinasikan berbagai kebijakan dan program terkait pangan. Hal ini termaktub pada pasal 126, 127, 128, dan 129.

"Dalam pasal tersebut bahwa lembaga ini berada di bawah koordinasi dan bertanggung jawab langsung kepada presiden," kata mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam itu.

Keberadaan lembaga ini harus diwujudkan secepatnya, mengingat posisi strategis karena menjadi sumber seluruh data pangan untuk pembuatan kebijakan pangan.

Terlebih, dalam pasal 151 UU Pangan, lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan sebagaimana dimaksud harus terbentuk paling lambat tiga tahun sejak undang-undang diterbitkan.

Sudah empat tahun pemerintah abai terhadap UU Pangan karena faktanya hingga kini lembaga pangan nasional belum terbentuk. Masyarakat sebagai civil society harus menuntut pembentukan lembaga ini.

Baca Juga: Gencarkan Program Khusus, Kementan Tekan Stabilitas Harga Pangan

Gandhi berharap keberadaan lembaga ini bisa menghindari benturan kepentingan dan ego sektoral kementerian terkait data komoditas pengan karena lembaga ini independen tanpa vested interest.

Selanjutnya, melaksanakan pengadaan, produksi, penyimpanan hingga distribusi pangan lebih efektif efisien.

"Terakhir adalah menjamin konsumen dari melonjaknya harga pangan dan melindungi produsen (petani) dari rendahnya harga produk pangan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: