Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penugasan Bulog Ganggu Keseimbangan Harga Bawang Putih

Penugasan Bulog Ganggu Keseimbangan Harga Bawang Putih Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penugasan impor bawang putih kepada Bulog masih belum dibatalkan. Sedang, Bulog sendisi masih berniat mengimpor bawang putih. Padahal, harga bawang putih di sejumlah daerah maupun rata-rata secara nasional telah beranjak turun sekitar dua minggu lalu. Penugasan impor bawang putih kepada Perum Bulog, tanpa disertai kewajiban tanam, menurut mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono, akan menganggu keseimbangan harga. 

 

“Kalau cuma satu begini, bisa lebih, bisa kurang. Tapi kalau kita biarkan itu pada mekanisme pasar. Dia akan mencari keseimbangan sendiri. Sekarang siapa yang mau impor berlebihan, rugi sendiri,” kata Anton kepada wartawan di Jakarta.

 

Baca Juga: Bulog Tak Perlu Impor Bawang, Karena....

 

Menurutnya, jika impor dibebaskan diberi kepada importir mana pun, serta diberi kewajiban tanam 5% dari total impor maka pemerintah akan mendapat dua keuntungan. Keuntungan dimaksud adalah harga bisa seimbang dan produksi bawang putih dalam negeri meningkat.

 

Berdasarkan pantauan pasar, harga bawang putih telah turun dibandingkan awal Mei. Harga rata-rata nasional berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional per 29 Mei mencapai Rp41.150 per kilogram. 

 

Bahkan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahkan menyebutkan di Jawa Timur, harga bawang putih telah menyentuh angka Rp19.000 per kilogram. Ia menegaskan bahwa pengendalian harga bwang putih tercapai karena stoknya terpenuhi. Amran bahkan memastikan stabilitas harga dan stok bawang putih hingga Lebaran dipastikan aman. 

 

“Sudah banyak (digelontorkan bawang putih), yang jelas harganya sudah Rp19 ribu dan itu sangat stabil. Di Jawa Timur kami cek langsung dengan Gubernur Ibu Kofifah karena banyak stok. Jangan turun lagi sudah terlalu rendah itu,” papar Amran di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan).

 

Baca Juga: Di Tengah Pro kontra Impor, Pemerintah Pastikan Penanaman Bawang Putih on the Track

 

Di kesempatan berbeda, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santoso juga menyoroti kengototan Bulog untuk melakukan impor bawang putih . Selain menyalahi aturan, tanpa wajib tanam sebesar 5% dari kuota impor yang ditentukan pemerintah, ada resiko lain yang mungkin timbul.  Bukan tidak mungkin, swasta menggugat pemerintah, jika merasa tidak diperlakukan adil.

 

"Kalau ada potensi seperti itu ya ada kemungkinan pemerintah menghadapi gugatan dari pihak swasta," kata kepada wartawan, Selasa (28/5).

 

Dwi Andreas mengatakan, importir dari perusahaan swasta pun berpotensi menuntut pemerintah karena perbedaan perlakuan tersebut. Pasalnya, kewajiban tanam dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 berlaku baik bagi perusahaan importir milik swasta maupun milik pemerintah. Jika Kementan hendak memberikan kebebasan wajib tanam bagi Bulog sebagai lembaga milik pemerintah, Kementan harus menerbitkan peraturan baru.

 

"Itu harus diterbitkan Permentan yang baru karena Permentan yang lama kan nggak ada adendum. Yang importir entah itu importir swasta atau pemerintah tetap harus memenuhi wajib tanam 5% itu," tuturnya.

 

Baca Juga: Gandeng Perbankan, Kementan Kejar Target Swasembada Bawang Putih

 

Dia menambahkan, untuk melakukan impor bawang putih, Bulog juga harus meningkatkan kapasitas penampungannya. Apalagi, Bulog menghadapi masalah beras busuk akibat bertumpuknya stok di gudang.

 

"Usulan kami, Bulog harus memiliki kapasitas juga untuk bahan-bahan pangan lain yang berpontensi bergejolak," ucapnya.

 

Sebelumnya, dalam pemberitaan. Dirut Bulog Budi Waseso merasa tak puas atas tak kunjung diberikannya izin impor oleh Kementerian Perdagangan. Ia malah mencerca keputusan yang mengedepankan swasta pengimpor sesuai RIPH untuk mengimpor bawang putih.

 

"Anehnya keputusan Ratas yang sudah tiga bulan lalu, sampai sekarang tidak dijalankan karena Bulog belum diberi izin oleh menteri perdagangan. Ya apa namanya, menurut saya kurang waras," kata Dirut Perum Bulog itu menggambarkan sikap Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita,  dalam acara buka bersama pemimpin redaksi media massa  di Jakartra beberapa waktu lalu. 

 

Saran agar Bulog fokus pada bahan pangan yang berpotensi bergejolak juga disuarakan oleh anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasludin. Menurutnya, Perum Bulog seharusnya memiliki inisiatif untuk menyerap secara maksimal hasil pertanian dalam negeri, khususnya pada saat panen. Hal itu harus dilakukan sebagai langkah antisipasi anjloknya harga komoditas pangan ditingkat petani.

 

Untuk diketahui, harga cabai rawit di tingkat petani saat ini tengah anjlok. Bahkan, di wilayah Jawa Timur harga mencapai kisaran Rp 5.000 per kg. Ketika harga di petani anjlok, maka pedagang menjadi pihak yang diuntungkan. 

 

"Negara tidak boleh kalah dengan pedagang. Bulog harusnya melakukan intervensi dengan membeli langsung dengan harga yang standar, sehingga pedagang pun akan ikut membeli dengan harga yang bagus," ujarnya.

 

Sebelumnya, Bulog melalui Kepala Bidang Informasi dan Humas Perum Bulog Teguh Firmansyah, di salah satu laman media online nasional mengatakan bahwa pihaknya belum menerima penugasan resmi untuk melakukan penyerapan cabai dari petani. 

 

Baca Juga: Petani Makin Gencar Budi Daya Bawang Putih

 

Menanggapi hal itu, Andi Akmal menegaskan bahwa semestinya Bulog tidak perlu menunggu perintah untuk melakukan penyerapan hasil petani. Apalagi kondisi di lapangan harga cabai sudah mengalami anjlok. 

 

"Ini yang selalu saya kritik Bulog di rapat-rapat. Bulog ini jangan seperti pedagang. Kalau seperti pedagang, buat apa kita kasih anggaran ke Bulog," tukas Andi Akmal. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: