Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ingin Keluar dari Zona Nyaman

Ingin Keluar dari Zona Nyaman Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Digital diaspora satu ini namanya Randi Moedahar, VP Product di BJTech. Sejak lulus SMA, Randi pindah ke kota Perth, Australia Barat untuk menempuh pendidikan S1 dan S2 di program studi IT dan sistem informasi bisnis. Sempat bekerja mengelola sistem informasi sebuah gudang perusahaan ritel, dilanjutkan dengan membangun jaringan komputer dan POS (point of sales) sebuah warnet yang terdiri dari 20-30 komputer hingga akhirnya masuk ke perusahaan teknologi.

Di perusahaan tersebut, ia banyak menggeluti solusi untuk klien perusahaan semisal sistem internal kepolisian Australia Barat, sistem internal department budaya Australia Barat. Ia membuat semacam database directory untuk departemen-departemen tersebut. Lantaran perusahaan tempat ia bekerja relatif kecil, role yang dijalankan cukup banyak, mulai dari programing, server maintenance, data analyst, tester, bertemu klien, dan lain sebagainya.

Sekitar enam bulan lalu, ia akhirnya memutuskan untuk pulang dan bergabung dengan BJTech. Ada beberapa faktor yang membuat ia berani beranjak setelah 10 tahun tinggal di kota Perth.

Pertama, agar lebih dekat dengan keluarga. Kedua, peluang Indonesia yang mana industri digital sedang berkembang pesat sehingga produk yang dikerjakan akan memiliki dampak sosial yang besar. Ketiga, ingin membawa budaya kerja di mana setiap orang sangat up to date dengan perkembangan teknolgi sehingga setiap hari ada hal yang diujicoba.

"Saya cukup beruntung mendapat lingkungan kerja yang mendukung. Meskipun perusahaan kecil, atasan saya mau semuanya certified, kita diikutkan ke training. Kita kan pakai teknologi Microsoft jadi semua diikutkan training, terus tiap beberapa saat diikuti seminar," kata dia kepada Warta Ekonomi, baru-baru ini.

Baca Juga: Digital Diaspora, Solusi Defisit Talenta Digital Indonesia

Meski demikian, ia lebih suka dengan lingkungan kerja yang digeluti sekarang. Di sana, semuanya serba pasti dan aman lantaran memiliki klien pemerintah yang lazim menggunakan kontrak kerja enam bulanan misalnya. Ia tidak perlu begitu mengkhawatirkan selesai atau tidak selesainya produk, atau kemungkinan penundaan peluncuran produk karena tinggal diperpanjang kontraknya.

Sementara di startup seperti BJTech, setiap minggunya paling tidak ia harus merilis satu fitur, harus nonstop dan terus memikirkan produk.

Keseruan lain yang didapat adalah ketika mengetahui di akhir proses design produk, bahwa ternyata ada yang memakai produk yang didesain, semuanya seakan terbalas. Dari sisi pendapatan pun, diakuinya seimbang antara bekerja di luar negeri dan di dalam negeri. Keseruan lain termasuk bisa berinteraksi dengan tim dari divisi lain seperti tim teknis, tim design, tim marketing, dan tim bisnis utamanya.

"Produk itu kan istilahnya kayak bereksperimen setiap saat. Serunya setelah dapat feedback dari market, terus mencoba bereksperimen, merilis satu produk lagi, melihat feedback-nya lagi, kayak cycle-nya tidak pernah berhenti. Itu sih yang jadi tantangan. Atau ketika misalnya mau rilis tidak, tahunya jadi rilis yang seperti itu sih tantangannya. Tapi pas lihat bisa ada impact-nya, ada user yang memakai itu sih yang menjadi kepuasan tersendiri," tambah dia.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: