Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Lho Pesona Giampaolo di Mata AC Milan

Ini Lho Pesona Giampaolo di Mata AC Milan Kredit Foto: Reuters/Alessandro Garofalo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sosok Marco Giampaolo sepertinya sudah benar-benar berada di beranda dan tinggal menunggu waktu saja untuk masuk menjadi "keluarga" baru AC Milan.

Setelah banyak dikaitkan dengan banyak nama untuk mengisi kursi kepelatihannya yang lowong usai ditinggal Gennaro Gattuso yang mengundurkan diri, kini rumor yang beredar di seputaran skuad Rossoneri tinggal menyisakan nama Giampaolo seorang. Terbaru, Simone Inzaghi yang sempat dikabarkan sangat ngebet melatih AC Milan hingga rela menunda liburan akhir musimnya, secara resmi telah memperpanjang kontrak dengan Lazio.

Baca Juga: ‘Si Master’ di Ambang Gerbang Masuk San Siro

Mengerucutnya kandidat pelatih Il Diavolo Rosso kepada sosok Marco Giampaolo cukup membuat banyak pihak mengernyitkan dahi, utamanya para Milanisti, barisan suporter setia AC Milan. Pasalnya, selama ini Sang Allenatore belum pernah sekalipun tercatat melatih tim besar. Rekor klub terbesar yang pernah dibesut Giampaolo sepanjang karir melatih hanyalah Sampdoria, yang saat ini masih tercatat sebagai klub tempatnya bernaung.

Dan di klasemen akhir Seri A musim lalu, Sampdoria hanya mampu finish di peringkat sembilan, jauh di bawah skuad AC Milan besutan Gattuso yang dalam dua tahun terakhir selalu sukses nangkring di Zona Eropa.

Namun dengan catatan minor tersebut, Calciomercato mewartakan bahwa manajemen Milan tak ragu menyodorkan kontrak dua tahun plus opsi perpanjangan di tahun ketiga dengan sejumlah syarat tertentu.

Lalu apa yang membuat Ivan Gazidis, Chief Executive Officer (CEO) AC Milan, dan juga para koleganya, seolah tutup mata dan terpesona oleh sosok Giampaolo? Jawabannya hanya satu: Stabilitas!

Klasemen

Calciomercato menyebut dalam laporannya bahwa hal yang membuat manajemen kepincut atas sosok Giampaolo adalah rekam kinerjanya di Il Samp dalam tiga musim terakhir, di mana Il Blucerchiati pada musim 2016/2017 dibawanya bertengger di posisi 11 klasemen akhir. Musim tersebut sekaligus menjadi musim pertamanya membesut pasukan yang berkandang di Stadion Luigi Ferraris itu.

Di musim keduanya, yaitu pada 2017/2018, capaian akhir Sampdoria naik satu peringkat ke posisi 10 klasemen akhir, lalu pada musim 2018/2019 lalu Fabio Quagliarella dkk mampu naik satu peringkat lagi ke posisi sembilan klasemen akhir.

Baca Juga: Inter Milan Pecat Luciano Spalleti, Conte Sebagai Pengganti

Tren perkembangan yang konsisten tersebut dinilai manajemen Milan lebih bagus dan menguntungkan bagi klub, setelah selama ini skuad Merah-Hitam selalu bermasalah dengan urusan konsistensi. Di musim lalu, misalnya, performa Romagnolli cs di awal musim pernah cukup menjanjikan hingga sempat bertengger di peringkat tiga besar. Namun di pertengahan musim langkah Rossoneri kembali oleng, hingga puncaknya harus terlempar dari empat besar alias Zona Liga Champions.

Masalah inkonsistensi juga menjadi alasan pemecatan beberapa pelatih sebelumnya, seperti Vincenzo Montella, Filippo Inzhaghi, maupun juga Clarence Seedorf. Dengan dilatih oleh Giampaolo, diharapkan penampilan AC Milan dapat lebih konsisten dan stabil.

Produktivitas

Meski hanya mampu membawa Sampdoria bertengger di peringkat sembilan, data pertandingan menunjukkan bahwa Giampaolo mampu membawa tim sekota Genoa ini tampil atraktif dengan mampu mencetak 60 gol dalam semusim. Jumlah itu jauh melebihi catatan gol AC Milan yang "hanya" mampu 55 kali melesakkan gol ke gawang lawan.

Tak hanya Milan, torehan Sampdoria itu juga menyalip Inter Milan, AS Roma, Torino dan Lazio yang notabene peringkatnya di klasemen berada di atasnya. Catatan Il Samp dalam urusan produktivitas gol hanya kalah dengan trio penghuni tiga besar klasemen akhir Serie A 2018/2019, yaitu Juventus (70 gol), Napoli (74 gol), dan Atalanta (77 gol).

Catatan produktivitas itu menjadi lebih berharga bila melihat barisan skuad Sampdoria yang bisa dibilang "biasa-biasa saja". Dari total 30 pemain yang mereka punya, Sampdoria hanya memiliki barisan penyerang seperti Fabio Quagliarella, Gianluca Caprari, Gregoire Defrel, Marco Sau, dan Manolo Gabbiadini. Selebihnya hanya pemain-pemain muda semacam Jamie Yayi Mpie, Mohamed Bahlouli.

Bahkan tak hanya itu, Giampaolo juga mampu menyulap pemain gaek berusia 36 tahun seperti Quagliarella menjadi mesin gol mematikan hingga sukses menyabet gelar top skor dengan catatan 26 gol. Prestasi itu jauh melewati torehan megabintang Cristiano Ronaldo yang hanya mampu mencetak 21 gol dan juga duo bintang debutan Seri A, Duvan Zapata (23 gol) serta Krzysztof Piatek (22 gol).

Deretan statistik ini setidaknya menjadi jaminan bahwa hadirnya Giampaolo di pinggir lapangan berpeluang membawa keseimbangan dalam permainan AC Milan yang selama ini lebih cenderung piawai dalam bertahan namun seperti linglung saat harus menyerang.

Bayangkan, nama-nama beken seperti Nikola Kalinic, Andre Silva hingga Gonzalo Higuain terbukti tak mampu tampil sebagai mesin gol yang bisa diandalkan AC Milan. Piatek yang produktif saat bermain di Genoa pun juga sempat puasa gol cukup lama di AC Milan, meski sempat tampil menjanjikan dalam beberapa pertandingan awalnya bersama Il Diavolo Rosso.

Finansial

Hal terpenting dari dua hal di atas, Ivan Gazidis menilai Giampaolo lebih bisa diandalkan untuk dapat bekerja sama membangun skuad mumpuni namun dengan nilai investasi yang "seadanya". Bisa dilihat dengan gamblang bahwa dengan bermodalkan jajaran pemain "murah" yang dimilikinya, Giampaolo kerap kali membuat kejutan dengan berhasil mengalahkan tim-tim besar.

Juventus mampu dipecundangi dengan skor meyakinkan 2-0 dan Napoli bahkan dilibas tiga gol tanpa balas. AC Milan pada putaran kedua saat membutuhkan poin-poin tambahan guna bersaing di klasemen atas, justru digulung dengan skor tipis 1-0, sementara Atalanta yang merupakan penguasa klasemen tiga besar di kandangnya dipaksa menyerah 1-0.

Dengan kemampuan "sulap" tersebut, Gazidis sangat berharap hal sama dapat dilakukan Giampaolo pada skuad AC Milan. Jika dengan skuad low budget ala Sampdoria saja Sang Allenatore mampu bertahan di papan tengah tiga musim berturut-turut, maka berbekal skuad yang lumayan berkilau seperti Cahlanoglu cs, harusnya dapat dibawanya berkiprah di papan atas, syukur-syukur menembus level Eropa.

Urusan menjaga cashflow tim agar tetap berhemat jelas menjadi kepentingan utama Gazidis agar stabilitas neraca keuangan klub dapat terus terjaga. Hal itu mati-matian dilakukan demi dapat segera lolos dari jeratan peraturan Financial Fair Play (FFP) yang dalam beberapa tahun terakhir selalu menjadi momok bagi AC Milan.

Maka, bila bisa berprestasi dengan skuad yang murah, kenapa harus belanja pemain mahal, bukan begitu, Giampaolo?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: