Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Negara G20 Sepakat Tarik Pajak Lebih Besar ke Google dan Facebook

Negara G20 Sepakat Tarik Pajak Lebih Besar ke Google dan Facebook Kredit Foto: Reuters/Lucy Nicholson
Warta Ekonomi, Jakarta -

Negara-negara anggota G20 dilaporkan menyetujui rencana yang akan melihat raksasa teknologi seperti Facebook dan Google untuk membayar pajak lebih banyak.

Reuters melaporkan dalam draf komunike mengungkapkan, anggota G20 telah sepakat untuk menerapkan aturan umum untuk menutup celah internasional yang melihat perusahaan multinasional mampu membukukan keuntungan lepas pantai di lokasi di mana tarif pajak rendah untuk menghindari persyaratan pajak daerah. Menurut publikasi, aturan baru yang akan diberlakukan tahun depan akan berarti beban pajak yang lebih tinggi untuk perusahaan multinasional besar.

Melansir Zdnet Selasa (11/6/2019), pemerintah Selandia Baru minggu lalu merilis makalah diskusi tentang undang-undang perpajakan setempat, secara khusus berharap untuk memperbaiki masalah perusahaan digital multinasional yang melakukan bisnis besar di negara itu meskipun tidak membayar pajak atas pendapatan atau pendapatan.

Baca Juga: Forum G20 Sepakat Perang Dagang Berdampak Buruk ke Ekonomi Global

Pemerintah menggarisbawahi dua cara yang mungkin bisa dilakukan. Pertama, mencoba untuk membuat negara-negara lain bergabung untuk mengubah aturan pajak penghasilan internasional, dan menerapkan pajak terpisah untuk transaksi digital tertentu. Kedua, pajak layanan digital (DST), yang akan menjadi langkah sementara untuk memajaki ekonomi digital ketika rekan-rekan global negara itu bekerja pada standar internasional.

Sementara, pemerintah Australia mengeluarkan Undang-Undang Diverted Profits Tax (DPT) pada bulan Maret 2017. Yang dimaksudkan untuk mencegah praktik organisasi multinasional mengalihkan keuntungan yang dibuat di Australia ke luar negeri untuk menghindari pembayaran pajak.

DPT mencapai perusahaan multinasional dengan pendapatan global lebih dari AU$1 miliar dan pendapatan Australia lebih dari AU$25 juta dengan pajak 40% untuk semua keuntungan. Pajak tersebut diperkirakan akan menghasilkan pendapatan AU$100 juta per tahun mulai 2018-2019.

Di Inggris, undang-undang tersebut disebut sebagai Pajak Google, yang meminta raksasa mesin pencari itu membayar pajak ke pemerintah Inggris £ 130 juta. Uni Eropa juga telah mengincar pajak 3% di seluruh serikat  atas perusahaan teknologi besar, yang telah didukung oleh Perancis.

Baca Juga: Hadir di KTT G20, Menkeu Siapkan Strategi Pajak Facebook dan Google

Sementara itu di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump juga telah mengambil banyak kebijakan untuk Amazon atas dugaan membayar pajak terlalu sedikit di negara tersebut dan penggunaannya dari Layanan Pos AS untuk pengiriman.

Di Indonesia sendiri, pajak untuk perusahaan Google, Facebook dan sejenisnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Melalui aturan ini, fiskus pajak secara tidak langsung mendapatkan kemudahan pada saat memeriksa wajib pajak BUT.

Pada pasal 2 aturan ini meminta perusahaan atau orang asing, seperti Google, Facebook dan perusahaan sejenis lainnya, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), paling lama 1 bulan setelah mulai menjalankan usaha dalam BUT. Tak hanya itu, perusahaan atau orang asing juga wajib menyerahkan objek pajak sesuai dengan ketentuan UU 42/2009 tentang pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: