Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mulai Ciut, Balas Dendam Rupiah ke Dolar AS Tak Bertahan Lama?

Mulai Ciut, Balas Dendam Rupiah ke Dolar AS Tak Bertahan Lama? Kredit Foto: Unsplash/Vladimir Solomyani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Memasuki hari ketiga usai libur lebaran, rupiah akhirnya mampu membalasa dendam kepada dolar AS dengan terapresiasi sebesar 0,11% ke level Rp14.220 kala pembukaan pasar spot pagi tadi, Rabu (12/06/2019). Kendati demikian, minimnya sentimen domestik membuat apresiasi rupiah kian menipis.

Terhitung pada pukul 09.40 WIB, apresiasi rupiah hanya tersisa 0,02% ke level Rp14.235 per dolar AS. Angka yang sangat rawan untuk berputar balik menjadi depresiasi. Seakan tak bertahan lama, rupiah kini menanggalkan statusnya sebagai mata uang terbaik di dunia yang pagi tadi disandangnya. 

Baca Juga: Celaka! Dolar AS Jadikan Rupiah Tawanan!

Setidaknya, rupiah harus menaklukkan tiga mata uang lainnya untuk dapat kembali ke posisi awal, yaitu euro (-0,01%), dolar Taiwan (-0,02%), dan dolar Hongkong (-0,06%). Beruntungnya, mayoritas mata uang Asia masih dapat digenggam rupiah, seperti won (0,33%), baht (0,20%), ringgit (0,18%), dolar Singapura (0,10%), dan yuan (0,10%). 

Sebagai informasi, The Fed saat ini terbilang sedang menghembuskan sentimen positif bagi mata uang dunia. Potensi dolar AS untuk tertekan semakin besar setelah muncul wacana The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2 hingga 2,5% pada Juli 2019 mendatang.

Baca Juga: Ssstt... Bantai Dolar AS, Rupiah Siap Jadi Juara Dunia!

Meski hal itu belum terealisasi, investor sudah mulai bergerak menjauh dari dolar AS dengan mencari perlindungan lain. Yen menjadi salah satu mata uang safe haven primadona bagi investor, di mana yen saat ini unggul 0,05% terhadap dolar AS. Begitu pun juga untuk dolar Hongkong (0,10%), olar Taiwan (0,05%), dan baht (0,03%) yang turut unggul di hadapan dolar AS.

Hal tersebut tentu saja menjadi peluang bagi aset-aset berisiko di negara berkembang untuk turut menekan dolar AS. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: