Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Divonis 8 Tahun, Ternyata Karen Tidak Terbukti Bersalah

Divonis 8 Tahun, Ternyata Karen Tidak Terbukti Bersalah Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan, divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Karen juga dihukum membayar denda Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan.

Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa. Sebelumnya, Karen dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa. Karen juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi," ujar jaksa TM Pakpahan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Baca Juga: Vonis 8 Tahun Penjara untuk Karen Agustiawan

Hakim anggota Anwar menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Hakim Anwar menyatakan Karen tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan primer dan subsider," kata Anwar membacakan pendapat berbeda dalam dalam sidang vonis Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).

Anwar meyakini Karen sebagai Direktur Utama Pertamina atau Direktur Hulu Pertamina memutuskan investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) bersama direksi lainnya. Keputusan dalam investasi tersebut diambil secara kolektif kolegial.

"Pada saat terdakwa Karen Agustiawan menjabat sebagai Dirut Pertamina atau Direktur Hulu Pertamina yaitu memutuskan bersama-sama dengan direksi Pertamina lainnya untuk melakukan investasi participating interest (PI) blok BMG Australia, di mana keputusan diambil kolektif kolegial," jelas Anwar.

Menurut Anwar, Karen bersama direksi Pertamina meminta persetujuan dewan komisaris saat investasi tersebut karena terdapat surat memorandum pada 2 April 2009. Setelah surat itu diterima, anggota Komisaris Humayun Bosha menghubungi komisaris lain.

"Setelah permohonan akuisisi tersebut diterima, Komisaris Humayun Bosha menghubungi komisaris lain, Umar Said, dengan mengatakan tidak membolehkan akuisisi yang diajukan berdasarkan memorandum karena pengoperasian blok BMG tidak optimal dan tidak akan menguntungkan serta tidak menambah cadangan minyak," jelas dia.

Anwar juga berpendapat Karen dan direksi lainnya ingin mengembangkan Pertamina dengan cara investasi di blok BMG untuk menambah cadangan minyak. Jadi perbedaan pendapat Karen dengan dewan komisaris tidak dinilai melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan.

"Jadi perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan karena pembuatan keputusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris. Sedangkan dewan komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan nasihat dan bisnis hulu migas penuh dengan ketidakpastian, di mana saat ini belum ada teknologi yang bisa menentukan cadangan minyak tengah dan dasar laut," papar dia.

Baca Juga: Vonis Karen Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, Kejagung Pikir-pikir

"Hakim anggota berpendapat lain karena tidak serta-merta kerugian tersebut kerugian negara karena tidak digunakan untuk kepentingan terdakwa, tapi kepentingan bisnis akuisisi blok BMG Australia dan pembayaran melalui transfer jelas lewat Bank Australia. Hal ini sesuai terungkap fakta persidangan Karen belum terbukti adanya memperkaya diri sendiri atau dirinya sendiri," papar hakim Anwar.

"Dengan demikian, tidak dapat merupakan kerugian negara karena dilakukan terdakwa dan jajaran direksi lain dalam rangka melakukan bisnis atau usaha Pertamina namanya bisnis ada risiko dan ruginya namanya risiko bisnis maka ada kerugian negara tidak serta merta menjadi kerugian negara," tutur Anwar.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: