Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengubah Data Konsumen Jadi Profit di Era IoT

Mengubah Data Konsumen Jadi Profit di Era IoT Kredit Foto: Unsplash/Andrew Neel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tidak dipungkiri, era Internet of Things (IoT) menjanjikan potensi yang luar biasa bagi perusahaan untuk menambang data dari konsumennya, untuk kemudian dikonversi menjadi inisght yang berguna dalam mendesain penawaran maupun produk atau layanan baru. Apalagi sekarang eranya sudah connected consumer, dimana semuanya makin terhubung.

Ditaksir, ada lebih dari 13% dari total 263 juta populasi Indonesia menggunakan mobile phone untuk memesan layanan ojek online dan 11%-nya memesan makanan atau minuman secara online sementara 10%-nya membeli barang atau jasa lewat smartphone mereka setiap harinya. Konektivitas ini telah mengubah seluruh aspek kehidupan manusia.

Managing Partner Inventure, Yuswohady menyatakan era IoT membuat pemasaran saat ini makin presisi. Berbeda dengan market research di era dahulu yang menggunakan sampling ketimbang populasi.

Baca Juga: Era IoT, Saatnya Berburu Connected Consumer!

“Kalau di Indonesia, yang paling memungkinkan untuk melakukannya malah bukan Unilever, P&G, Indomaret atau perusahaan lainnya. Justru unicorn seperti Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak lah yang sangat prospektif untuk melakukannya, karena datanya sudah digital dan masuk secara seamless dan konstan,” kata Yuswohady kepada Warta Ekonomi belum lama ini. 

Ia menjelaskan, perkiraan pada 2021 mendatang, hampir 80% perusahaan ritel mampu mengkustom toko mereka. Hal ini lantaran RFID dan bluetooth beacon mampu mengetahui posisi persis connected consumer dan inventori produk di toko. Jenis-jenis makanan yang biasa konsumen makan dapat diketahui. 

"Lalu teknologi analisa near-real-time. Ketimbang mengandalkan data penjualan kuartalan, penggunaan benda seperti smart price tags membuat pelaku usaha bisa melihat penjualan secara hampir real time sehingga bisa menyesuaikan volume penjualan. Langkah ini dapat meminimalisir kegagalan peluncuran produk baru atau penjualan produk baru. Lalu juga teknologi inventory seperti smart shelves yang bisa memberikan notifikasi ke staf secara saat ketersediaan barang rendah," jelasnya.

Baca Juga: SEC Peringatkan 3 Hal Terkait Cloud Computing

Lantas, bagaimana perusahaan bisa mengkonversi data-data tersebut menjadi laba? Menurut Blue Hill Research, Menurut kajian Blue Hill Research, diperlukan kerangka kerja analisa IoT untuk membuat sensor mobile bernilai bisnis. Ini meliputi perangkat yang meng-cover aspek mobile dan cloud yang terhubung dengan sensor, aktuator, device, data gateway, dan konektivitas.

Dengan adanya peningkatan pengalaman konsumen, bisa secara langsung diterjemahkan ke dalam pendapatan dan laba yang lebih baik bagi perusahaan. Pengalaman pelanggan, lazimnya diukur menggunakan Net Promoter Scores (NPS) dan indikator lain, yang secara langsung bisa diterjemahkan ke dalam bottom line perusahaan.

Studi yang dilakukan  London School of Economics menunjukkan bahwa setiap kenaikan rata-rata 7% NPS berdampak positif terhadap kenaikan pendapatan sebesar 1%. Sementara itu studi Harvard Business Review (HBR) menunjukkan konsumen yang memiliki pengalaman masa lalu yang memukau akan membelanjakan 140% lebih banyak ketimbang mereka yang memiliki pengalaman masa lalu buruk. Sementara konsultan global McKinsey menyatakan bahwa merek yang bisa meningkatkan petualangan konsumen mengalami kenaikan pendapatan hingga 10-15%, dan saat yang bersamaan menghemat biaya sebesar 15-20%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: