Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Khofifah Jelaskan Istilah Terstruktur-Sistemik-Masif, Apa Itu?

Khofifah Jelaskan Istilah Terstruktur-Sistemik-Masif, Apa Itu? Kredit Foto: Viva
Warta Ekonomi -

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berbagi cerita dan pengalaman kala dia menggugat hasil pilkada Jawa Timur tahun 2008 ke Mahkamah Konstitusi sehingga sejak itulah populer istilah "terstruktur, sistemik, dan masif" (TSM).

Pada prinsipnya, kata Khofifah, dalil "terstruktur, sistemik, dan masif" yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi wajib dibuktikan dengan bukti-bukti kuantitatif, bersifat angka-angka atau jumlah; bukan kualitatif, bersifat gambaran umum dan cenderung menggunakan analisis.

Dalam perkara sengketa pilkada Jawa Timur 2018, Khofifah menceritakan, Mahkamah mengabulkan gugatannya karena dapat membuktikan secara kuantitatif pelanggaran "terstruktur, sistemik, dan masif" di tempat-tempat yang jelas sehingga memohon agar digelar pemungutan suara ulang (PSU).

Khofifah mengklaim dialah yang mula-mula menyebut frasa "terstruktur, sistemik, dan masif", lalu sering dipakai Mahfud MD, ketua Mahkamah Konstitusi kala itu, dalam putusan-putusannya.

"Secara kuantitatif. Itu semuanya bisa dibuktikan.... [dalil pelanggaran] terstruktur, kita bisa [membuktikan] ini terstruktur. [dalil pelanggaran] ini sistematis, ini masif [juga dibuktikan secara kuantitatif]," katanya usai bertemu Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.

Pada akhirnya Mahkamah memerintahkan pemungutan suara ulang atau coblosan ulang setelah terbukti terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistemik, dan masif sehingga Khofifah kalah dari rivalnya, Soekarwo. Coblosan ulang bahkan sampai dua kali yang berarti pilkada Jawa Timur 2008 berlangsung tiga kali.

Merata

Khofifah mengingatkan itu karena belakangan populer lagi istilah "terstruktur, sistemik, dan masif", setelah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga menggunakannya dalam menggugat hasil pemilu presiden 2019 ke Mahkamah Konstitusi.

Kalau memang diduga ada pelanggaran pemilu presiden 2019 yang terstruktur, sistemik, dan masif, kata Khofifah, semua harus dibuktikan dengan angka dan didukung saksi-saksi. Pelanggaran di beberapa TPS saja, misalnya, tak dapat dianggap masif. "Jenenge (namanya) masif iku, yo, roto (merata)."

Selain itu, kata Khofifah, saat dia dinyatakan kalah pada putaran kedua, banyak pihak yang datang dan bersedia secara sukarela menjadi saksi; para saksi mengaku melihat kecurangan dan bisa membuktikan pelanggaran secara terstruktur, sistemik, dan masif.

Lahirnya gugatan pilkada 2008 justru didorong oleh saksi-saksi. Mereka bahkan siap memberikan kesaksian di MK saat itu.

"Kalau aku sudah tiga putaran masih cari saksi, ya, setengah mati, [tapi] mereka datang gitu. Mereka datang membawa anu, aku mau jadi saksi, begitu. Sudah, kita jalan," ujar mantan Menteri Sosial itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: