Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Godok Kriteria Kripto yang Boleh Diperdagangkan

Pemerintah Godok Kriteria Kripto yang Boleh Diperdagangkan Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai salah satu perangkat dari teknologi blockchain, keberadaan aset kripto (cryptocurrency) masih menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Untuk itu, pemerintah terus menyempurnakan regulasi terkait keberadaan aset kripto sebagai komoditas, bukan sebagai alat pembayaran.

Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Dharmayugo Hermansyah mengatakan, pemerintah dalam hal ini Bappebti dalam beberapa kesempatan mencoba menyusun kriteria jenis-jenis kripto yang bisa diperdagangkan atau di-listing.

Misalnya, kripto tersebut sudah pernah listed di beberapa perusahaan, dengan kata lain sudah diakui. Itu berlaku untuk kripto yang dihasilkan fintech lokal maupun luar negeri. Setidaknya saat ini sudah ada dua fintech telah melalui proses evaluasi (Sandbox) di OJK, salah satunya milik Grup Sinarmas.

"Prinsipnya, Bappebti punya counter part dengan beberapa stakeholder. Dari awal kripto kalau sebagai komoditas itu izinnya di Bappebti, kalau fintech di OJK. Jadi, kriterianya masih digodok saat ini karena enggak sembarangan kripto bisa diperdagankan, dia harus berbasis blockchain, harus ada penjaminan the real technology blockchain itu sendiri," kata dia di sela acara Halalbihalal Crypto yang digelar Triv dan Tezos baru-baru ini.

Ditambahkan dia, kriteria lain termasuk programmer blockchain harus memiliki lisence yang diakui asosiasi. Di atasnya lagi harus ada perssetujuan dari pemerintah yang selama ini meneliti perkembangan blockchain. Nantinya untuk ICO juga akan dipertimbangkan apakah bisa masuk dalam komoditas berjangka, namun belum disepakati siapa yang akan mengatur perizinan ICO.

Dharmayugo yang menjadi salah satu perumus regulasi kripto saat masih di Bappebti dulu pun menekankan, aturan pemerintah terkait kripto dan blockchain terus di-update mengikuti perkembangan pasar.

Baca Juga: Mengintip Cara Kerja Libra: Mata Uang Kripto Facebook

Misalnya saat ini sebagai aset yang diperdagangkan di bursa berjangka sebagai perdagangan fisik (tangible dan intangible), transaksi kripto dilakukan lewat skema exchanger. Semua penyelenggara berbagai jenis kripto yang diakui, baik etherium, bitcoin, dan sebagainya (seperti Triv, Luno, Indodax), mendaftarkan diri untuk menjadi anggota di bursa, kemudian mengajukan proposal untuk memperdagangkan produknya.

Oleh bursa kemudian diajukan ke Bappebti untuk diajukan persetujuan. Exchanger-lah yang akan memperdagangkan produknya ke masyarakat.

"Sistem lama beda, masyarakat setor uangnya langsung ke penyedia platform kripto dan enggak ada lembaga kliring ataupun depositori. Sekarang ada lembaga kliring yang fungsinya semisal saat seller menjual, pembayarannya dia akan minta ke kliring agar buyer menyetor. Ada juga lembaga depositori yang menyimpan kriptonya. Semula dua proses ini dipegang oleh exchanger. Saat ini mereka hanya sebagai platform atau marketplace saja," papar Dharmayugo. 

Menurutnya, pemerintah sedang giat-giatnya memperluas aplikasi blockchain tidak sebatas kripto. Misalnya di dunia perbankan ataupun pengganti formulir C1 untuk pemilu mendatang.

"Untuk transfer uang misalnya, memang sekarang asosiasi lagi minta perbankan menggunakan basis blockchain. Atau misalnya formulir C1. Ada kemungkinan pemilu depan pakai blockchain," tambah dia. 

Disambut Pelaku Pasar

Business Development Manager Triv, Jordan Simanjuntak melihat peran pemerintah dalam meregulasi pasar menjadi pendorong kenaikan bitcoin. Peraturan pemerintah memberikan jaminan atas bisnis dan perkembangan bitcoin.

Baca Juga: Teknologi Blockchain, Si Rentan yang Penuh Potensi

"Regulasi pemerintah arahnya positif, mereka mulai membuka diri dan mempelajari teknologi blockchain. Saya harap penggiat kripto juga mulai aktif bertranskasi di bitcoin dan semakin merasa aman karena bitcoin sudah diakui sebagai komoditas. Kami berdiri sejak 2015 dan terus melakukan edukasi pasar, salah satunya lewat halalbihalal," kata dia. 

Ditambahkan Jordan, ia mengapresiasi upaya pemerintah karena telah melakukan pekerjaan yang tidak mudah. Jika pemerintah melepas begitu saja, masyarakat berpotensi kehilangan investasinya, pada saat yang sama blockchain sebagai teknologi baru tidak bisa dikekang karena perlu inovasi.

"Sama seperti tekfin lain, blockchain masih di tahap awal dan seiring waktu akan makin membaik dan aman. Kami sendiri ada tiga lapis atau multilayer security untuk pengguna kami, yaitu otentikasi lewat email, mobile phone, dan Google Authenticator," tambah dia.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: