Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Heboh Sistem Zonasi PPDB, Mendikbud Bilang Ada Unsur Politisnya

Heboh Sistem Zonasi PPDB, Mendikbud Bilang Ada Unsur Politisnya Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gara-gara heboh zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy digarap oleh Komisi X DPR RI.

Baca Juga: Sistem Zonasi PPDB Disoal, Mendikbud Yakin Jadi Solusi Masalah Pendidikan

Muhadjir menjelaskan sebenarnya penerapan sistem ini lebih parah dari sekarang. Namun, perbedaannya sekarang lebih banyak yang protes soal kuota siswa berprestasi.

"Tahun lalu, menurut saya jauh lebih parah dari sekarang, yang isunya surat keterangan miskin palsu jumlahnya ribuan. Sekarang hampir tidak ada yang begitu. Yang sekarang muncul protes terhadap kuota yang berprestasi," kata Muhadjir di kompleks parlemen di Senayan, Jakarta, Senin.

Muhadjir menjelaskan persoalan tersebut tidak akan terjadi apabila daerah memberikan kesempatan yang lebih bijak. Menteri dari kader Muhammadiyah ini menyatakam terdapat jeda waktu enam bulan bagi setiap pemerintah daerah dalam menyiapkan dan menyosialisasikan sistem zonasi lewat peraturan turunan, baik itu peraturan gubernur, atau bupati/wali kota.

"Jadi memang ada beberapa daerah yang menurut saya perlu displin untuk tahun-tahun yang akan datang di dalam memahami PPDB kebijakan zonasi ini dan yang penting jangan main-main dengan nasib peserta didik," katanya.

Dalam rapat kerja itu, Muhadjir juga menduga adanya protes dari masyarakat terkait zonasi tersebut lebih banyak berdimensi politik setelah tim dari Kemendikbud turun ke lapangan.

"Yang peristiwa ribut-ribut itu juga, ada diduga, saya duga ada muatan politik juga," katanya saat dikonfirmasi usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI.

Dia lebih lanjut menjelaskan kuota lima persen untuk siswa luar dari zona dinilai sudah bijak dan baik. Permasalahannya, kata dia, jumlah siswa yang akan ditampung tidak sebanding dengan kapasitas sekolah negeri yang terbatas.

Ia memberikan contoh di Jawa Barat yang melakukan perankingan dan memadukan antara jarak dan capaian akademik atau UN.

"Sehingga itu sangat memungkinkan. Tidak ada masalah. Kami juga tahu bahwa tidak mungkin 100 persen penempatan zonasi atas dasar radius dari siswa dengan sekolah, kami sangat paham," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: