Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Timbulkan Polemik, Sistem Zonasi PPDB Harus Dikaji Ulang!

Timbulkan Polemik, Sistem Zonasi PPDB Harus Dikaji Ulang! Kredit Foto: Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah perlu mengevaluasi pelaksanaan sistem zonasi. Evaluasi ini sangat erat kaitannya dengan kekisruhan yang terjadi selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berlangsung serentak di seluruh wilayah Indonesia. Revisi Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB 2019 juga belum mampu sepenuhnya meredam kekisruhan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nadia Fairuza Azzahra menyatakan, sesungguhnya penerapan sistem zonasi memiliki tujuan yang baik, yaitu demi pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, banyak hal teknis yang perlu dikaji lebih dalam oleh pemerintah sebelum mengimplementasikan peraturan ini.

Baca Juga: Heboh Sistem Zonasi PPDB, Mendikbud Bilang Ada Unsur Politisnya

Ia mengatakan direvisinya Permendikbud nomor 51 tahun 2018 di tengah-tengah proses pelaksanaan PPDB di Indonesia menumbuhkan harapan orangtua siswa untuk tetap dapat menyekolahkan anaknya di “sekolah favorit.” Sebelumnya, peraturan tersebut mensyaratkan bahwa 90% siswa baru berasal dari jalur zonasi, 5% berasal dari jalur prestasi, dan jalur migrasi sebesar 5%. Setelah direvisi, kuota untuk jalur zonasi dikurangi sementara kuota jalur prestasi ditambah.

Peraturan yang tiba-tiba direvisi ini tentu saja mengakibatkan pemerintah daerah dan sekolah-sekolah membutuhkan waktu untuk menyesuaikan peraturan tersebut dengan proses PPDB yang sedang berlangsung. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak daerah kesulitan mengimplementasikan sistem ini. Hal tersebut membuat proses PPDB tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

“Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam evaluasi penerapan sistem zonasi. Hasil dari evaluasi ini sebaiknya benar-benar dijadikan pegangan bagi pemerintah sebelum kembali mengimplementasikan sistem serupa,” jelas Nadia di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Baca Juga: Sistem Zonasi PPDB Disoal, Mendikbud Yakin Jadi Solusi Masalah Pendidikan

Pertama adalah mengenai persebaran sekolah. Persebaran sekolah yang ada di daerah-daerah di Indonesia tidak merata. Banyak sekolah yang berada di perkotaan mengalami kelebihan jumlah siswa diakibatkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang bermukim di wilayah tersebut. Hal sebaliknya terjadi di sekolah yang berlokasi di wilayah yang jumlah penduduknya sedikit. Hal ini menyebabkan banyak sekolah yang mengalami kekurangan siswa.

Meskipun pemerintah pusat memberi kebebasan bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan peraturan ini terhadap kondisi di daerah masing-masing, namun faktanya ada beberapa daerah yang kesulitan dalam mengimplementasikan peraturan ini. Salah satunya karena persebaran sekolah yang tidak sebanding dengan wilayah penduduk.

Faktor selanjutnya adalah, ketidakselarasan peraturan sistem zonasi dengan peraturan lain. Meskipun pemerintah ingin menghapuskan stigma “sekolah favorit” dan “sekolah non favorit”, pada kenyataanya orangtua memiliki alasan untuk bersikeras menyekolahkan anaknya di sekolah favorit. Salah satunya terkait dengan peraturan SNMPTN. Seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satu pertimbangan untuk dapat diterima oleh PTN adalah melihat prestasi sekolah yakni jumlah alumni yang ada di PTN tertentu.

“Selanjutnya adalah pelaksanaan sistem zonasi ini tidak dibarengi dengan adanya peningkatan dan pemerataan kualitas guru serta sarana dan prasarana sekolah yang notabene merupakan permasalahan utama yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih. Hingga saat ini, ketimpangan fasilitas antara sekolah favorit dan sekolah non favorit masih terasa,” ungkap Nadia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: