Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Laksanakan Amanat Presiden Jokowi, Efisiensi Belanja Alsintan Rp1,2 Triliun

Laksanakan Amanat Presiden Jokowi, Efisiensi Belanja Alsintan Rp1,2 Triliun Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pertanian (Kementan) secara aktif melakukan upaya modernisasi pertanian dengan pengembangan teknologi pertanian, mulai dari perbenihan, cara tanam, perhitungan pola tanam berbasis IT hingga mekanisasi. Pertanaman dan panen komoditas utama seperti padi dan jagung secara khusus dikembangkan pemanfaatan mekanisasi dengan alat mesin pertanian (alsintan) modern. 

Selama 4,5 tahun terakhir, pemerintah telah menyediakan alsintan dalam jumlah besar dengan alokasi anggaran yang besar pula. Kementan sebagai kementerian yang telah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak tiga tahun berturut-turut, berhasil mengelola pengadaannya dengan baik.

"Kami sadar anggaran yang dipergunakan sangat besar, untuk itu kami memastikan sistem yang digunakan pun akuntabel dan efisien terhadap keuangan negara. Kami juga terus menjaga integritas petugas yang menangani ini," ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Jakarta (30/6/2019).

Amran mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengamanahkan agar anggaran kementerian dikelola dengan baik dan mengedepankan efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi, Kementan telah menggunakan e-catalog, yaitu layanan pengelolaan fasilitas pelaksanaan pengadaan barang atau jasa berbasis teknologi informasi dan teknologi (TIK).

Tender Elektronik Lebih Efisien

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy memyampaikan, e-catalog merupakan bentuk komitmen Kementan dalam melakukan digitalisasi pengadaan.

Baca Juga: Pertanian 4.0 Efisiensi Waktu dan Peningkatan Produktivitas

"Jadi, pembelian apa pun langsung ke pabrik, harga murah, dan datang tepat waktu. Semuanya karena e-catalog. Dengan cara ini harga juga turun, kemudian saya akumulasi per tahun penghematan anggaran sangat drastis," ungkap Edhy.

Edhy juga menyampaikan, pengadaan barang dan jasa untuk alsintan pra-panen dan pasca-panen empat tahun terakhir melalui e-catalog telah menghemat anggaran negara hingga Rp1,2 triliun. Penghematan terhadap pengadaan alsintan pra-panen, yaitu traktor roda dua, traktor roda empat, dan rice transplanter sebesar Rp1.096 triliun, serta penghematan pengadaan alsintan pasca-panen, yaitu combine harvester sebesar Rp120 miliar.

Sebagai gambaran pemanfaatan e-catalog untuk alsintan pertanian, sebelum menggunakan e-catalog untuk traktor roda dua per unit harganya Rp26 juta, pada 2015, setelah e-catalog harganya menjadi Rp23 juta pada 2016. Begitupula dengan traktor roda empat (35-50 hp) di 2015 tanpa e-catalog Rp367 juta menjadi Rp326 juta. Penghematan juga terjadi pada pengadaan rice transplanter dan combine harvester.

"Harga rice transplanter sebelum implementasi e-catalog senilai Rp76 juta, sementara pada saat pemberlakuan e-catalog 2015, harganya menjadi lebih murah senilai Rp63 juta. Begitu pun untuk combine harvester besar, dari Rp380 juta menjadi Rp337 juta," papar Edhy.

Dalam proses e-catalog, diungkap Edhy, terjadi negosiasi harga yang terekam secara elektronik dan transparansi serta akuntabel. Semua pihak dapat mengawasi pengadaan dengan sistem e-catalog karena sistem tersebut melalui Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Menurut Edhy, sistem tender elektronik yang telah dilaksanakan sejak 2015 telah memberikan kinerja yang cukup baik dalam hal penghematan. Ia menyebutkan penghematan biaya ini didapat di antaranya lantaran Kementan tidak perlu lagi mengeluarkan bujet lebih untuk biasa transportasi dan akomodasi untuk menghampiri pihak-pihak yang berminat ikut tender atau lelang.

Kebijakan digitalisasi dalam pengadaan alsintan ini turut berpengaruh terhadap peningkatan level mekanisasi pertanian di Indonesia. "Pada 2014, level mekanisasi pertanian hanya 0,14. Pada 2018 kemarin meningkat signifikan menjadi 1,68," jelas Edhy.

Baca Juga: Argentina Siap Impor Produk Pertanian hingga Transfer Teknologi ke Indonesia

Kementan telah menguji efisiensi lima alsintan berbasis teknologi 4.0, yaitu autonomous tractor, robot tanam, drone sebar pupil, autonomous combine, dan panen olah tanah terintegrasi.

"Kelima alsintan berbasis teknologi 4.0 ini bila dibandingkan alsintan konvensional meningkatkan efisiensi waktu kerja berkisar 51 hingga 82%. Sementara efisiensi biaya berkisar 30 hingga 75%," beber Edhy.

Mekanisasi Wujudkan Pertanian 4.0

Mentan Andi Amran Sulaiman saat meresmikan program Pertanian 4.0 di Desa Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/6/2019), menyampaikan, teknologi 4.0 diimplementasikan di pertanian Indonesia sesuai arahan Presiden Jokowi. Diharapkan  pemanfaatan Pertanian 4.0 dapat meningkatkan efisiensi waktu kerja dan efisiensi biaya secara signifikan, serta memberikan keuntungan bagi petani.

"Ini hasil anak-anak bangsa, Anda lihat mesin pertanian sudah bisa bergerak tanpa awak. Alat-alat mesin pertanian ini sudah memanfaatkan IT, mulai dari mesin pengolah lahan, drone penebar benih dan pupuk serta alat panen. Dengan begitu, semua biaya menjadi lebih efisien, efektif, transparansi, dan akuntabel," ujar Amran.

Mekanisasi mampu mengurangi kerugian petani, baik saat menanam maupun panen. Menurut Amran, kehilangan saat panen biasanya terjadi saat pemotongan, perontokan, dan pengeringan, diperhitungkan bisa mencapai 10%. Namun, panen dengan menggunakan combine harvester hanya kehilangan 1%-3%.

"Jauh sangat efisien dan menguntungkan petani. Efisiensi kerja dengan menggunakan alsintan dapat terlihat dalam waktu kerja olah tanah yang biasanya bila manual butuh 320-400 jam per hektare, kini dengan alsintan hanya butuh 4-6 jam per hektare atau 97,4% lebih efisien dan menghemat biaya kerja hingga 40% (hanya 1,2 juta per hektare bila sebelumnya 2 juta per hektare)," terang Amran.

Efisiensi waktu juga berpengaruh terhadap alokasi tenaga kerja yang akhirnya akan memengaruhi efisiensi biaya. Berdasarkan uji yang dilakukan oleh Kementan, mekanisasi mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30% dan di sisi lain mampu meningkatkan produktivitas lahan 33,83%.

Dukungan terhadap upaya pemerintah mewujudkan Pertanian 4.0 datang dari Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Imam Santoso. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Teknologi Pertanian Indonesia (FKPT-TPI) tersebut menyampaikan, sektor pertanian harus sudah mengimplementasikan teknologi dalam proses pertanian dari hulu sampai dengan ke hilir.

"Di era serba digital ini, sektor pertanian harus sudah mulai menggunakan teknologi. Dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien. Begitupula target yang akan dicapai akan lebih realistis, karena teknologi itu identik dengan presisi tinggi. Selain itu, untuk makin meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga oleh pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien, " ujar Imam.

Imam menyampaikan bahwa pertanian presisi (precision agriculture) atau pertanian terukur, atau yang lebih dikenal dengan precision farming, merupakan konsep pertanian berbasis teknologi yang dalam pendekatannya bertumpu pada observasi dan pengukuran yang nantinya akan menghasilkan data untuk menentukan kegiatan kerja bercocok tanam yang efektif dan efisien.

Mekanisasi Pertanian Tingkatkan Kesejahteraan Petani

Mekanisasi pertanian yang telah dilakukan dinilai telah mampu meningkatkan pendapatan petani, meskipun harga yang diterima petani menurun (deflasi) akibat produksi melimpah, akan tetapi karena tambahan penghematan biaya dan kenaikan produksi akibat mekanisasi mampu mengonpensasi turunnya harga yang diterima petani, sehingga tidak berdampak terhadap turunnya Nilai Tukar Petani (NTP).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), NTP nasional pada Mei 2019 tercatat sebesar 102,61 atau meningkat 0,38% dibandingkan bulan sebelumnya. Rata-rata NTP 2019 dari Januari-Mei pun menjadi catatan terbaik selama enam tahun terakhir.

NTP Januari-Mei 2019 bila dirata-ratakan mencapai 102.77, lebih tinggi 0,91% bila dibandingkan capaian NTP Januari-Mei 2014 senilai 101.86, atau lebih tinggi 0,61% dibandingkan capaian periode yang sama pada 2018 senilai 102.16.

Baca Juga: Jawab Tantangan Era Industri 4.0, Kementan Jalankan Program Bantuan Alsintan

"NTP menunjukkan nilai tukar dari produk-produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga termasuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani," ungkap Kepala BPS Suharyanto.

Inflasi bahan makanan turun dalam sejarah Indonesia mencapai 1,26% pada 2017, di mana pada 2013 masih sekitar 11,35%. Meski inflasi menurun, nyatanya daya beli dan kesejahteraan petani tetap membaik, yang ditandai meningkatnya NTUP sebesar 5,45% dan NTP sebesar 0,42% selama periode 2014-2018. Secara khusus, menyebabkan jumlah penduduk miskin di perdesaan turun dari 14,17% pada 2014 menjadi 13,20% tahun lalu.

Lebih lanjut data BPS mencatat PDB sektor pertanian naik Rp400 triliun sampai Rp500 triliun. Total akumulasi mencapai Rp1.370 triliun. Kemudian, pertumbuhan ekonomi pertanian 2018 mencapai 3,7%. Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan pemerintah 3,5%.

Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Agung Prabowo juga menambahkan, mekanisasi mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah produksi sehingga menyebabkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat.

"Selama 2014-2018, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat 20,35%, dari sebesar Rp23,29 juta per orang pada 2014 meningkat menjadi Rp28,03 juta per orang pada 2018," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: