Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gawat...HP, Dell, Microsoft, dan Lainnya Pindahkan Produksinya dari China

Gawat...HP, Dell, Microsoft, dan Lainnya Pindahkan Produksinya dari China Kredit Foto: REUTERS/Charles Platiau
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan teknologi global dilaporkan sedang berusaha untuk memindahkan kapasitas produksinya yang cukup besar ke luar China karena konflik perdagangannya dengan Amerika Serikat.

Sumber yang dapat dipercaya mengatakan kepada Nikkei Asian Review, yang dikutip rt.com, bahwa produsen komputer pribadi utama, HP dan Dell berencana memindahkan hingga 30% dari produksi notebook mereka keluar dari China.

Langkah ini bisa menjadi pukulan besar bagi posisi negara itu sebagai pusat untuk teknologi gadget global.

Sumber tersebut menambahkan bahwa Microsoft, Google, Amazon, Sony, dan Nintendo juga berencana merealokasi beberapa konsol permainan mereka dan membuat speaker pintar di luar negeri.

Baca Juga: Perang Dagang Belum Kendur, Pemerintah Diminta Waspada

Menurut orang yang akrab dengan masalah ini, pembuat PC terkemuka lainnya seperti Lenovo, Acer, dan Asustek Computer juga mempertimbangkan perubahan produksinya.

"Mereka mengatakan kepada Nikkei bahwa meskipun gencatan senjata disetujui oleh para pemimpin Amerika dan China di KTT G20 di Jepang, situasinya masih terlalu tidak menentu. Meningkatnya tarif di China juga mendorong produsen untuk memeriksa alternatif," kata sumber tersebut.

Produsen data centre utama seperti Quanta Computer, Foxconn Technology, dan Inventec telah memindahkan sebagian produksinya ke Taiwan, Meksiko, dan Republik Ceko.

Bulan lalu, media melaporkan bahwa Apple sedang menjajaki implikasi biaya pergerakan hingga 30% dari produksi smartphone-nya.

Baca Juga: Apple Ingin Basis Produksi Pindah ke Indonesia dan …

Menurut lembaga riset QianZhan, China adalah produsen PC dan smartphone terbesar di dunia. Impor dan ekspornya di segmen elektronik telah meroket 136 kali menjadi US$1,35 triliun pada 2017 dari hanya lebih dari US$10 miliar pada 1991.

"Tidak ada jalan untuk kembali, dan ini bukan hanya tentang pajak, tetapi juga tentang mengurangi risiko untuk jangka panjang (seperti kenaikan biaya tenaga kerja)," ujar Darson Chiu, seorang ekonom spesialisasi perdagangan di Institut Riset Ekonomi Taiwan kepada Nikkei.

"Negara-negara Asia Tenggara dan India bersama-sama akan menjadi pusat pengembangan yang baru di tahun-tahun mendatang untuk produksi elektronik," lanjutnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: