Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tren Hijrah Milenial, Reksa Dana Syariah Laris Manis

Tren Hijrah Milenial, Reksa Dana Syariah Laris Manis Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan minat investasi masyarakat nampaknya kian diapresiasi oleh banyak pelaku bisnis khususnya fintech. Beragam jenis investasi mulai dari yang konvensional seperti saham, logam mulia, reksa dana hingga jenis investasi kekinian seperti peer-to-peer lending ramai muncul untuk memperebutkan kue dari para generasi milenial dan Gen Z yang kini sudah mulai menjadi angkatan kerja produktif di tanah air. Pertumbuhan pendapatan, tingkat pendidikan, dan teknologi adalah kombinasi spesial yang juga membentuk tren permintaan pasar.

 

Bagi kalangan muslim, tren hijrah milenial kini juga mempengaruhi aspek lain di luar gaya hidup. Salah satunya dalam pengelolaan keuangan. Perencana keuangan dan investasi syariah Putri Madarina atau yang kerap disapa Puma menilai, salah satu dampak dari tren hijrah millennial ini adalah kemunculan produk-produk investasi berbasis syariah, salah satunya reksa dana. 

 

“Meskipun produk reksa dana syariah sudah ada sejak tahun 1997, namun kenaikan dana kelolaan yang signifikan baru terasa di beberapa tahun belakangan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bulan Juni tahun ini bahkan menunjukkan, dana kelolaan reksa dana syariah sudah mencapai sekitar Rp 33 triliun. Angka ini naik signifikan jika kita bandingkan dengan posisi dana kelolaan tahun 2014 yang hanya sebesar Rp 11 triliun,” tutur Puma.

 

Meskipun secara populasi pasar Indonesia cukup potensial untuk pertumbuhan instrumen investasi syariah, namun kenyataannya penetrasi reksa dana syariah masih belum mampu bersaing dengan reksa dana konvensional. Ini artinya, perlu lebih banyak lagi upaya market deepening dari berbagai pelaku bisnis untuk melayani pangsa pasar Muslim di Indonesia.

 

Puma menambahkan, sebetulnya langkah pemerintah sudah cukup agresif dalam membangun infrastruktur industri pasar modal syariah dari segi kebijakan. 

 

“Kita sudah punya Roadmap Pasar Modal Syariah hingga tahun 2019. Sejak tahun 2015, OJK telah menerapkan relaksasi aturan bagi penerbitan efek syariah, sehingga semakin banyak emiten yang menerbitkan efek syariah. Dengan bertambahnya efek syariah, tentu membantu perusahaan manajer investasi untuk menciptakan berbagai jenis produk sehingga persaingan produk pun semakin kompetitif, kemudian terjadilah peningkatan dari sisi supply produk,” tuturnya.

 

Dampak kebijakan tersebut kini menghasilkan 408 efek syariah yang resmi terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK dan diawasi oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia). Keberadaan DSN-MUI sangat penting sebagai regulator pendamping yang menjadi rujukan pelaksanaan prinsip syariah di pasar modal.

 

Di samping peran regulator, Puma mengungkapkan akses masyarakat terhadap agen penjual reksa dana juga harus terus ditingkatkan. Saat ini terdapat 256 produk reksa dana syariah di pasaran yang diracik oleh perusahaan Manajer Investasi. Dengansupply produk sebanyak itu, manajer investasi sebagai pembuat produk dapat memanfaatkan peluang pemasaran melalui mitra-mitra yang lebih ramah akses dan mengutamakan kemudahan bagi pelanggan.

 

Selama ini, Manajer Investasi umumnya menggandeng Bank dalam memasarkan produknya. Strategi pemasaran Bank pun terbilang cukup konvensional melalui pendekatan langsung kepada basis nasabah yang ada. Metode ini dipandang Puma masih sangat mengandalkan keahlian tenaga pemasar yang mumpuni untuk dapat menjelaskan produk dengan mudah dipahami dan menyajikan keunggulan produk.

 

“Bagi demografi pasar yang usianya lebih dewasa dan memiliki kemampuan finansial menengah ke atas, cara ini masih relevan karena mereka cenderung pasif dalam mencari tahu tentang produk, sehingga membutuhkan bantuan pihak yang mampu menyajikan pemahaman secara personal. Namun untuk demografi pasar dewasa muda, seperti generasi millennial dan generasi Z, perlu ada strategi yang lebih menarik yang sesuai dengan perilaku mereka yang lebih proaktif dalam mencari informasi namun di saat yang sama mementingkan kemudahan dalam memutuskan membeli suatu produk,” tutur Puma.

 

Salah satu pendatang baru di bisnis pemasaran reksa dana syariah adalah Halalvestor besutan Puma dan rekannya. Mengambil model bisnis aggregator, Halalvestor diharapkan akan membuka akses masyarakat terhadap pemasaran reksa dana syariah yang ramah dan mudah dijangkau, khususnya bagi masyarakat dengan literasi digital yang cukup baik.

 

Mengaku berbeda dengan marketplace reksa dana lainnya, Halalvestor fokus menjadi wadah investasi syariah yang lebih inklusif dengan menghadirkan produk reksa dana syariah serta emas syariah. Konsep layanan ini berangkat dari kondisi masyarakat Muslim religius modern yang menurut Puma, membutuhkan treatment khusus dalam meningkatkan kepercayaan mereka, salah satunya dengan menyediakan platform yang sudah jelas menentukan posisinya sebagai pelaku produk syariah.

 

“Saat ini Halalvestor sedang dalam tahap finalisasi layanan sebelum diluncurkan ke publik. Secara perizinan, Halalvestor telah terdaftar di Kominfo sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sejak bulan April 2019. Berperan sebagai middle-man produk investasi syariah, Halalvestor menggandeng sejumlah marketplace investasi terpercaya yang memiliki daftar produk berkualitas dan sesuai dengan prinsip syariah,” terang Puma.

 

Selain kontribusi dari regulator pasar modal dan pelaku industri, ekosistem pasar modal syariah akan semakin kuat apabila masing-masing pihak senantiasa giat melakukan literasi dan edukasi produk terhadap masyarakat. Sebagai pelaku di industri, Puma berpandangan bahwa setiap penyedia produk dan layanan syariah harus mandiri dalam mendukung misi pemerintah salah satunya dengan menyediakan akses edukasi dengan cara yang kreatif dan target pasar yang lebih dalam, misalnya menarget komunitas.

 

“Basis komunitas yang sudah ada perlu dikenalkan dengan edukasi produk yang tepat. Pemahaman tentang syariat Islam harus dibarengi dengan kaidah investasi itu sendiri, di mana terdapat risiko dan potensi keuntungan yang sesuai dengan karakteristik produk. Harapannya, setelah pemahaman basis komunitas meningkat, keputusan berinvestasi pada instrumen investasi syariah dapat berasal dari dorongan yang seimbang, baik berkat motivasi ingin menjalankan perintah agama maupun karena pertimbangan yang rasional atas risiko dan potensi keuntungan yang sesuai dengan profil risiko pribadi. Sehingga bukan menghasilkan investor yang sekedar ikut-ikutan namun investor yang berkelanjutan, akhirnya terbentuk demand yang produktif di pasaran,” tutup Puma.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: