Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Asia Tenggara, Cuma 23% Pemimpin Bisnis yang Siap Pimpin Social Enterprise

Di Asia Tenggara, Cuma 23% Pemimpin Bisnis yang Siap Pimpin Social Enterprise Kredit Foto: Unsplash/Bruce Mars
Warta Ekonomi, Jakarta -

Deloitte memaparkan hasil studi berjudul "2019 Global Human Capital Trends: Leading the Social Enterprise Reinvent with a Human Focus". Studi ini menemukan bahwa hanya ada 23% (19% secara global) pemimpin yang masuk dalam kategori "pemimpin industri" dalam organisasi yang sudah termasuk sebagai social enterprise.

Mark Nicholas Teoh, Human Capital Deloitte Partner, menjelaskan, simpulan ini diambil dari hasil penelitian yang tercakup dalam tiga kategori utama dalam the future of workforce, the future of the organization, dan the Future of HR.

Dirinya melanjutkan, dalam laporan yang melibatkan hampir 10 ribu pemimpin bisnis dan SDM di 119 negara ini, responden merasa peran social enterprise sekarang lebih penting daripada sebelumnya. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa dalam era social enterprise, organisasi memiliki tantangan untuk memperbaiki pengalaman karyawan.

Baca Juga: Dihantui 3 Ancaman Ini, Pebisnis Indonesia Paling Optimis terkait Prospek Pertumbuhan

Pentingnya penekanan pada perbaikan pengalaman karyawan ditunjukkan dalam hasil temuan, di mana 38% responden di Asia Tenggara (49% secara global) percaya bahwa karyawan organisasi mereka puas atau sangat puas dengan desain pekerjaan mereka.

"Organisasi membutuhkan akses kepada tenaga kerja yang memiliki kemampuan yang secara spesifik dibutuhkan sehingga tidak ada lagi istilah one size fits all untuk tenaga kerja di masa depan," jelas Mark Nicholas Teoh dalam paparannya di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Organisasi harus mendukung tenaga kerja masa depan dengan memfasilitasi pergeseran pada pekerjaan berbasis tim dan menggabungkan aspirasi karyawan dengan dampak yang mereka ciptakan di tempat kerja. Hal ini penting agar konsep 'pengalaman karyawan' dapat diterima sebagai konsep yang berfokus pada 'pengalaman manusia'.

Pergeseran ini didasari oleh konsep 'reinvention' yang berkelanjutan dari model organisasi hierarkis tradisional. Berdasarkan survei, banyak pekerjaan dilakukan secara tim. Hal ini dapat dilihat dari survei yang menunjukan 31% responden secara global mengatakan, hampir seluruh pekerjaan dilakukan dalam tim, dan 53% responden yang bekerja bersama cross-functional teams melihat kemajuan dalam kinerjanya.

Baca Juga: Kenang Ross Perot, Ini Prinsip Sukses Dirinya dalam Bisnis

Terakhir, penelitian ini menemukan sebanyak 76% responden survei secara global percaya alat dan model baru untuk karier dan mobilitas internal merupakan variabel yang penting atau sangat penting. Selain mobilitas, penelitian juga menemukan bahwa organisasi perlu meninjau teknologi cloud sebagai landasan peluncuran, bukan tujuan. 

"SDM nantinya diharapkan mampu mengutilisasi sistem digital untuk mengoptimalkan layanan dan teknologi SDM yang ada, dan menemukan kembali pengalaman pelanggan SDM. Hal ini akan mengubah SDM menjadi model peran yang kredibel dan mampu memimpin organisasi melalui revolusi digital di masa depan," pungkas Mark.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: