Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Bambu, DPD Malah Puji Anies

Soal Bambu, DPD Malah Puji Anies Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPD RI, Fahira Idris, menilai kritikan yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan makin besar ketika sang Gubernur mampu menunjukkan prestasi.

Hal tersebut dikatakan terkait pembongkaran instalasi seni bambu Getah Getih di Bundaran HI, Jakarta.

Ia mengatakan kritikan yang ditujukan kepada Anies ialah untuk mendegradasi berbagai capaian yang diraih Jakarta dan program pembangunan yang mulai dirasakan warga Ibu Kota.

Menurutnya, intensitas serangan biasanya meningkat di saat-saat Anies membuat terobosan baru atau saat Pemprov mendapat prestasi.

“Amatan saya, semakin sering Pemprov DKI membuat terobosan atau mendapat apresiasi, serangan akan semakin intensif. Sebenarnya jika isu yang jadi tema kritikan atau ajang cacian kepada Anies substanstif, tidak masalah," ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (22/7/2019).

Baca Juga: PSI Kritik Anies Baswedan Jangan Aneh-Aneh

Baca Juga: Seniman Bilang Biaya Getah Getih Rp300 Juta, Kok Anies Bilang Rp550 Juta?

Sambungnya, "Namun, sering sekali yang jadi ‘peluru’ hal-hal tidak penting. Sudah tidak penting, dilebarkan kemana-mana yang mengarah kepada serangan personal dan pembunuhan karakter serta dikait-kaitkan dengan isu SARA,” ucapnya.

Ia pun mencontohkan seperti soal instalasi bambu Getah Getih di Bundaran HI yang dipajang guna kepentingan Asian Games 2018. Instalasi tersebut memang hanya berdurasi enam bulan saja. 

Menurutnya, instalasi tersebut mendadak dijadikan ‘peluru’ untuk menyerang Anies saat waktunya memang harus dibongkar. Saat semua terklarifikasi, termasuk pendanaan yang merupakan bantuan dari 10 BUMD DKI, kini pesan dari instalasi seni berbahan bambu-bukan bahan lain misalnya bajamyaitu menaikkan potensi ekonomi bambu dan memberdayakan petani dan seniman bambu, malah dibelokkan ke soal-soal lain yang sama sekali tidak substantif.

“Kita kebanjiran baja impor asal Tiongkok itu fakta. Kenapa tidak terima dan malah membelokkan fakta ini menjadi sentimen ras. Kalau terminologi Tiongkok saja mereka tidak paham bagaimana mau menjadi pengkritik yang cerdas. Jika paradigma berpikir mereka terus seperti ini, bisa gawat negeri ini,” lanjutnya.

Lanjutnya, ia mengatakan di negara demokrasi, konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah harus siap dikritik, dihujat, dicaci, bahkan difitnah. Termasuk rentetan prestasi tidak akan menjamin seorang pemimpin mendapat pujian apalagi pengakuan. 

"Ada pemimpin yang biasa-biasa saja, tetapi karena dukungan publikasi ditampilkan seperti dewa tanpa cela. Demikian juga sebaliknya, ada pemimpin berprestasi dan hasil kerjanya dirasakan rakyat, tetapi ‘dibonsai' menjadi tidak bisa apa-apa karena prestasinya ditutupi oleh isu-isu tidak substansi yang diembuskan dengan masif dan rapi,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: