Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

AS Semakin Buat Venezuela Menderita

AS Semakin Buat Venezuela Menderita Kredit Foto: Antara/Reuters/Carlos Garcia Rawlins
Warta Ekonomi, Caracas -

Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu, tepatnya pada Kamis (25/7) mengumumkan sanksi terbaru terhadap Venezuela. Kali ini, babak baru sanksi itu menargetkan 10 orang dan 13 entitas yang diduga terkait dengan operasi program subsidi pangan Venezuela, Komite Lokal untuk Pasokan dan Produksi (CLAP).

Paul Dobson, seorang penulis untuk VenezuelAnalysis.com mengatakan sanksi terbaru AS menempatkan rakyat Venezuela seperti dalam sebuah pertaruhan. Ia menilai dengan menargetkan pengusaha dan perusahaan pihak ketiga berkolaborasi dengan negara Amerika Latin itu, maka hal ini berarti semakin mengintensifkan perang ekonomi AS melawan rakyat di dalamnya.

Baca Juga: Amerika Terus Berupaya Jatuhkan Presiden Venezuela, Ini Penyebabnya

"Saya pikir hal pertama yang harus kami tunjukkan adalah ketika Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi ini, atau sanksi apa pun, mereka tidak memberikan bukti untuk mendukung klaim mereka," kata Dobson, dilansir di Sputnik, Jumat (26/7/2019).

Menurut siaran pers yang dikeluarkan Departemen Keuangan AS, disebutkan seorang warga Kolombia bernama Alex Nain Saab berada di belakang jaringan korupsi di Venezuela yang memungkinkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro secara signifikan mendapat keuntungan dari impor dan distribusi makanan di negaranya. Saab diduga terlibat dengan orang-orang di bawah kendali Maduro untuk melakukan korupsi yang digunakan guna mengeksploitasi populasi kelaparan di Venezuela.

“Departemen Keuangan AS menargetkan mereka yang berada di belakang skema korupsi Maduro yang canggih, serta jaringan global perusahaan-perusahaan tempur yang mendapat untung dari program distribusi makanan yang dikendalikan militer bekas rezim,” ujar Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.

Mnuchin juga mengatakan jaringan korupsi yang mengoperasikan program CLAP telah memungkinkan Maduro dan anggota keluarganya untuk mencuri dari rakyat Venezuela. Mereka dituding menggunakan makanan sebagai bentuk kontrol sosial, untuk menghargai pendukung politik dan menghukum lawan, sambil mengantongi uang berjumlah ratusan juta dolar, melalui sejumlah skema penipuan.

Baca Juga: AS Jatuhkan Sanksi Terhadap 34 Kapal Minyak Venezuela

Tercatat sekitar enam juta keluarga di Venezuela menerima bantuan CLAP setidaknya satu kali dalam sebulan. Sebanyak 30 juta orang di negara itu juga dapat membeli makanan dan bahan pangan lainnya dengan harga terjangkau karena adanya subsidi di pasar lokal yang dikelola oleh program tersebut.

Karena itu, Dobson menilai sanksi yang diberikan AS kepada individu dan bisnis yang terhubung dengan sektor pangan Venezuela justru sangat mengancam akses rakyat di negara Amerika Selatan itu terhadap kebutuhan dasar mereka, yaitu makanan. Ia juga menekankan CLAP adalah program yang sangat bergantung pada impor.

“Gagasan awal program ini diluncurkan pada 2016 oleh pemerintah Venezuela dengan tujuan akan akan merangsang masyarakat mulai memproduksi dan mendistribusikan pada tingkat lokal yang sangat mikro.Ini secara efektif belum terjadi dan lebih dari 90 persen dari produk yang diterima orang di tas CLAP mereka diimpor,” ujar Dobson.

Karena itu, Dobson mengatakan sangat jelas sanksi terhadap pihak ketiga akan memiliki dampak cukup serius pada distribusi dan impor produk yang kita lihat di kotak CLAP dan berdampak langsung pada rakyat Venezuela. Ia juga menegaskan hal ini benar-benar akan memiliki konsekuensi politik.

Pemerintah Venezuela menyatakan tujuan AS dalam memberikan sanksi terhadap program CLAP adalah mencegah perusahaan yang terkena sanksi mengimpor barang-barang konsumen dan dengan demikian meningkatkan perang ekonomi melawan Venezuela. Di sisi lain, Washington telah lama mengklaim program CLAP digunakan oleh Maduro untuk mempertahankan kesetiaan rakyat Venezuela terhadap rezimnya.

Baca Juga: China dan Amerika Mau Perang atau Damai, Indonesia Tetap Untung

Dobson mengatakan sanksi secara tidak langsung yang mempengaruhi sektor makanan telah diberikan kepada Venezuela seperti melalui pembatasan akses impor dan pembekuan rekening bank. Namun, ini pertama kalinya AS secara langsung menekan sektor ini.

“Dan ini adalah masalah bagi perut rakyat, baik mereka yang pro-pemerintah mamupun tidak, tapi orang-orang di Venezuela telah mengandalkan program CLAP ini untuk menjaga berat badan mereka, untuk dapat makan dengan baik dan memberi makan anak-anak mereka,” ujar Dobson.

Venezuela telah dilanda krisis dan kekacuan, seiring kondisi ekonomi di negara itu yang dilanda hiperinflasi. Pemerintahan yang dipimpin  Maduro dianggap  telah menciptakan situasi yang semakin buruk dengan kebijakan sosialis yang ia terapkan, serta pendahulunya mantan presiden Hugo Chavez.

Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang protes untuk menuntut kepemimpinan Maduro telah terjadi. Situasi dan kondisi di Venezuela kemudian semakin memburuk pada awal tahun ini ketika Guaido menyatakan diri sebagai presiden sementara.

Setidaknya 50 negara, termasuk AS telah mengakui Guaido sebagai pemimpin Venezuela. Namun, Rusia dan beberapa negara lainnya telah menolak klaim tersebut dan mengatakan Maduro, serta pendahulunya Chavez sebagai pemimpin negara yang sah.

Warga Venezuela juga telah dihadapkan pada situasi di mana pemadaman listrik secara besar-besaran terjadi, khususnya Ibu Kota Caracas. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti air dan makanan karena tidak tersedianya akses listrik selama  hampir satu pekan pada Maret lalu. Sejak krisis melanda Venezuela, lebih dari satu juta warga negara itu dilaporkan melarikan diri ke Kolombia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: