Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri Indonesia di Tengah Tantangan Pembatasan Merek

Industri Indonesia di Tengah Tantangan Pembatasan Merek Kredit Foto: IPF
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo menilai industri kemasan di Indonesia saat ini tengah berada di masa pertumbuhan yang cukup signifikan, yakni sekitar 6% di 2018.

Hal tersebut disampaikannya pada focus group discussion (FGD) bertajuk Packaging & Branding di Era Industri 4.0, yang digelar Indonesian Packaging Federation (IPF) belum lama ini.

"Di era industri 4.0 ini, yang perlu kita cermati adalah bagaimana kelangsungan bisnis industri kemasan dan turunannya bisa memberikan nilai lebih bagi konsumen serta memberi dampak baik bagi sekitarnya, mulai dari lingkungan, kualitas makanan/minuman, keamanan dan lainnya," tutur Edy melalui keterangan tertulisnya.

Sementara itu, pemerintah telah menerapkan peringatan kesehatan bergambar pada industri rokok. Peraturan ini mengharuskan tampilan peringatan terpampang pada 40% area kemasan tembakau.

Namun baru-baru ini, Kementerian Kesehatan mengusulkan untuk memperbesarnya hingga 90%. Di industri lain, pembatasan iklan dan pengemasan juga diterapkan pada kental manis dan industri analognya sejak November 2018.

Baca Juga: 20 Perusahaan dengan Merek Dagang yang Nilai Jualnya Gila-Gilaan!

Pangan olahan dan pangan siap saji juga akan mengalami pembatasan serupa dengan mewajibkan pencantuman pesan kesehatan pada label kemasannya dan atau media informasi dan promosi lainnya mulai September 2019 mendatang.

Kebijakan di atas tentu akan berdampak pada minat beli konsumen yang dipengaruhi oleh kemasan informatif dengan desain menarik. Kebijakan pembatasan branding dianggap sebagai kemunduran karena artinya pelaku usaha makin dibatasi ruang geraknya untuk menghidupkan identitas produk, dan di sisi konsumen akan timbul kekhawatiran berlebih dengan adanya gambar peringatan kesehatan.

Samir Dixit, Managing Director dari Brand Finance Asia Pacific of Brand Finance PLC, menyatakan, brand memiliki kekuatan yang berpengaruh tidak hanya bagi konsumen sebagai pengguna akhir, tetapi juga pada pemegang saham dan nilai bisnis.

"Setiap tahun sekitar 95% produk baru gagal di pasaran karena kesalahan branding. Merek dan kemasan diperlukan agar konsumen terinformasi dengan baik akan kandungan produk, latar belakang produsen, distributor, dan lain-lain. Pembatasan merek perlahan tapi pasti, telah merenggut hak pemilik merek dalam menampilkan identitas produk kepada konsumen," tuturnya.

Melihat implementasinya yang kian eksesif, Ariana Susanti, Business Development Director Indonesian Packaging Federation, menyatakan bahwa perlu juga mengkaji dampak negatif kebijakan ini dalam persaingan antarpemilik produk dan konsumen itu sendiri.

"Kami rasa aturan ini tidak lantas menjamin perlindungan konsumen lewat perubahan kemasan dengan kemasan polos. Masih banyak area yang justru berpotensi merugikan konsumen," kata dia.

Dalam perspektif pelaku usaha, penerapan pembatasan merek oleh pemerintah umumnya dilakukan mulai dari pengenaan pajak, dan secara bertahap diikuti dengan pembatasan penampilan kemasan serta kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan pada kemasan.

Pada tahap lebih lanjut, seluruh produk yang dituju hanya dapat menampilkan kemasan polos tanpa desain, disertai nama merek dalam ukuran kecil sesuai ketentuan. Ini kemudian diikuti dengan pembatasan iklan promosi hingga larangan pemajangan produk pada pusat perbelanjaan ritel.

Baca Juga: Jangan Bingung! Begini Cara Sederhana Tentukan Nama Merek untuk Bisnismu

Pada industri makanan-minuman, pembatasan merek bisa memberi dampak bermacam-macam. Bagi konsumen, bila disuguhkan produk polos, hanya tertera nama dan peringatan, kemungkinan tidak bisa mendapat informasi yang cukup tentang produk makanan/minuman tertentu, misal kandungan nutrisinya.

"Sebagai produsen kita tidak bisa memberikan informasi yang cukup tentang produk dan manfaatnya, serta tidak ada faktor pembeda dengan kompetitor di rak toko. Namun, hal ini juga bisa jadi kesempatan untuk pekerja kreatif memberikan solusi dengan adanya pembatasan merek ini," kata Putut Pramono, Head of Packaging dari PT Nestle Indonesia.

Putut menambahkan, kemasan dan merek bisa dibilang jiwanya para produsen. Mereka menuangkan segala bentuk kreativitas demi menyamaikan informasi produk dengan cara menarik tanpa mengurangi esensi produknya.

"Gambar, warna, bentuk, semua punya andil dan dipikirkan matang-matang oleh banyak pihak. Terlebih di era persaingan serba digital saat ini, kombinasi teknologi dan kreasi semakin memacu kami untuk mengembangkan inovasi terbaik yang bermanfaat bagi konsumen," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: