Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

3 Cara Ini Bantu Orang Tua Bangun Komunikasi dengan Anak Remaja

3 Cara Ini Bantu Orang Tua Bangun Komunikasi dengan Anak Remaja Kredit Foto: Unsplash/Paola Aguilar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masa remaja masih belum dapat lepas dari masa awal anak-anak tetapi belum sampai tahap awal dewasa. Berdasarkan usia, para remaja biasanya berusia pada rentang 12-18 tahun. Memasuki masa remaja, seorang anak akan mengalami perubahan fisik maupun mental, serta perubahan lainnya yang mengikuti, seperti pemahaman tentang diri sendiri, pembentukan identitas diri hingga emosi mudah berubah.

Di samping itu, usia remaja disebut juga sebagai masa persiapan menjadi dewasa, yang ditandai dengan mulai merasakan pentingnya sebuah pencapaian dan penempatan peran dalam lingkungan sosial. Pada tahap perkembangan remaja ini, orang tua dituntut harus paham bagaimana cara untuk menghadapi dan membimbing anak remaja mereka.

Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi membeberkan informasi bagaimana cara orang tua memahami tumbuh kembang anak remaja pada sharing session EF English First bertajuk Kiat Sukses Berkomunikasi dengan Remaja, orang tua memiliki andil besar saat anak-anak mulai memasuki masa remaja agar anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.

Dalam acara sharing session yang berlangsung di SOS Childrens Villages, Cibubur, Jakarta, beberapa waktu lalu tersebut, didapati juga sejumlah tips dan langkah-langkah yang bisa dilakukan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan orang tua.

1. Mendengar Secara Aktif

Mendengarkan adalah salah satu cara yang cukup efektif dalam memahami sesuatu. Cara ini bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau wajahnya. Dengarkan tanpa menyela, tahan nasihat, dan tangkap emosi yang terlihat atau terdengar dari anak. Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan nantinya.

2. I Message atau Pesan Saya

Saat menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari "You message" atau kalimat dengan subjek "Kamu" diikuti kata-kata yang menggeneralisasi, misalnya, "Kamu tuh ya, enggak pernah mau dengar kata Ibu!" atau "Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!".

Kata-kata seperti itu bisa membuat anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah. Cobalah untuk menggunakan "I message" yang diawali dengan "Saya (orang tua) + Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anak". Misalnya, "Ibu sedih, kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu!" atau "Ayah kecewa kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama!".

Nah, ternyata cara ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang dirasakan oleh orang tuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerja sama.

3. Self Care 

Ketika berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orang tua juga perlu melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi pancaindra (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya), atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan di setiap ujung jari. Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam diri terus berkurang dan hilang.

Dengan cara tersebut, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.

Itulah beberapa tips yang bisa diaplikasikan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya. Dari tips-tips tersebut, Marketing Manager EF English First, Cinthya berharap seluruh orang tua, terutama orangtua di SOS Childrens Villages memperoleh tambahan pengetahuan dalam mengasuh dan menghadapi anak-anaknya.

"Pastinya tidak mudah mengasuh mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda. Kami pun ingin, kerja sama ini tidak terhenti sampai di sini, sehingga kami terus dapat memberikan dukungan melalui kegiatan atau program lain yang mereka butuhkan," harap Cinthya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: