Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua Kelistrikan MN KAHMI: PLN Gagal Berikan Pelayanan Prima!

Ketua Kelistrikan MN KAHMI: PLN Gagal Berikan Pelayanan Prima! Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beban PT PLN dalam mengurus kelistrikan negara dan masyarakat terlampau berat. Para pemangku kepentingan atau stakeholder pun diminta untuk membiarkan PLN dibantu oleh independent power producer (IPP) atau pembangkit listrik independen.

Baca Juga: Listrik Mati Berjam-jam, Direksi PLN Lagi Dag-Dig-Dug

Ketua Kelistrikan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI), Luqman Saifudin angkat bicara tentang pemadaman listrik di beberapa wilayah. Menurut dia, kondisi itu membuktikan kalau PT PLN telah gagal melaksanakan tugas pelayanan yang prima.

"Kasus ini dimana seluruh jaringan listrik wilayah Jabodetabek dan sebagian Jawa down memberikan satu signal PLN telah gagal memberikan layanan yang prima kepada masyarakat," tegasnya dalam status di akun Facebook pribadinya, Luqman Saifudin, Senin (5/8/2019).

Kandidat Doktor Manajemen Strategic ini menilai, kondisi itu terjadi karena PLN terlambat menyadari kalau sistem jaringan listrik down telah mengakibatkan multi efek yang berantai. Misalnya sistem telkomunikasi gagal bekerja secara sempurna, sistem perbankan yang tidak bisa diakses, serta sistem dan fasilitas umum yang tidak dapat digunakan dengan sebagaimana mestinya. Diduganya pula sistem layanan kesehatan juga tidak dapat berfungsi dengan normal. 

"Pada akhirnya saya mengambil beberapa catatan, ketika di akhir tahun 2018 ada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementrian BUMN dan Komisi VI. Dimana dalam pembahasan disampaikan oleh Kementrian BUMN bahwa ada 10 BUMN dengan utang terbesar," jelasnya.

Dalam RDP itu, kata dia, satunya yang disoroti adalah PLN yang pada kuartal III tahun 2018 tercatat memiliki utang 543 triliun, dengan laba bersih minus 18 triliun.

"Laba Bersih minus 18 triliun artinya PLN merugi. Bagaimana PLN bisa membayar utang, dan memberikan layanan yang prima, meningkatkan kinerja serta menjaga kepercayaan publik atas performance PLN," pungkasnya.

Lebih lanjut Luqman mengatakan, masih segar di ingatan ketika Menteri Keuangan memberikan surat himbauan kepada PLN untuk berhati-hati dalam mengelola keuangan, khususnya jatuh tempo pembayaran utang PLN.

Jika surat imbauan itu dianggap seperti angin lalu, maka menurut Lukman, hal itu akan menjadi bom waktu yang sangat mengkhawatirkan. Apalagi yakni ketika PLN gagal mengelola manajemennya dengan baik, seperti dalam manajemen keuangan yang tidak sehat, sumber daya manusia yang tidak produktif, produksi listrik yang tidak imbang, supply chain bahan bakar produksi yang memberatkan, beban penugasan negara 35 ribu MW yang membebankan keuangan dan lain-lain.

Belum lagi, tambahnya, masalah klasik PLN yang sampai hari ini belum selesai. Mulai dari persentase elektrifikasi nasional yang tidak merata, yaitu ada daerah yang surplus listrik namun ada daerah yang belum terjangkau listrik. Kondisi itu karena jumlah pengguna listriknya tidak sebanding dengan investasi PLN membangun pembangkit di wilayah tersebut.

Plus adanya kasus managerial power dari IPP yang jika tidak di gunakan dengan maksimal, maka PLN akan membayar listrik yang sebenarnya tidak digunakan. 

"Ini menjadi muspro (sia-sia)," sesalnya.

Luqman pun meminta semua stakeholder untuk tidak membiarkan PLN untuk berjuang sendirian. Sebab bukan tidak mungkin hal itu berujung maut bagi PLN. 

"Atau jangan biarkan PLN menjaga sistem kelistrikan nasional ini sendirian, biarkan IPP yang sudah ada diperbolehkan mensupport masyarakat secara langsung, sehingga masyarakat dapat memilih mendapatkan layanan yang prima baik dari IPP atau dari PLN," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: