Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang Mata Uang dan Ancaman Ekonomi Global

Perang Mata Uang dan Ancaman Ekonomi Global Kredit Foto: Reuters/Thomas White/Illustration/File Photo
Warta Ekonomi, Jakarta -

China melancarkan aksi balasan kepada AS dengan cara yang terbilang cerdik, yakni melalui manipulasi kurs atau yang disebut juga dengan perang mata uang. Kenaikan tarif atas produk China sebesar 10% yang diancamkan Donald Trump pekan lalu dibalas dengan aksi pelemahan nilai tukar yuan secara sengaja oleh pihak China.

Bahayanya, perang mata uang tersebut tidak hanya berpengaruh pada sengitnya perang dagang antara AS dan China, tetapi juga berpengaruh pada perekonomian secara global. Berikut ini beberapa ancaman yang timbul akibat perang mata uang yang dihimpun oleh tim WE Online. 

Baca Juga: Bak Layang-Layang Putus Talinya, Kasihan Rupiah Jadi Korban PHP

Perang mata uang yang dilakukan China ini memicu ketegangan lebih lanjut dengan pesaingnya, AS. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa AS akan melaprkan China ke IMF dengan dugaan currency manipulator. Sebagai buntutnya, AS berpeluang untuk kembali menaikkan tarif dan sanksi yang lebih berat terhadap produk-produk China yang masuk ke AS. 

Berikutnya, ketika mata uang yuan melemah, China sebagai negara yang berorientasi pada ekspor akan sangat diuntungkan. Pasalnya, dengan kondisi tersebut, aktivitas ekspor China akan menjadi lebih kompetitif.

Baca Juga: Detik-Detik Balas Dendam Rupiah ke Dolar AS!

Bagaimanapun, tatkala nilai tukar yuan rendah, produk-produk ekspor China diperdagangkan dengan harga yang murah. Alhasil, tidak mustahil bahwa nantinya produk-produk buatan China akan membanjiri pasar secara global, termasuk menggempur pasar Indonesia.

Oleh karena itu, negara perlu langkah antitipasi untuk melindungi pasar domestik dari gempuran produk impor asal China. Opsi yang mungkin dapat dilakukan ialah dengan menerapkan trade remedies atau proteksi pengendalian impor sehingga terhindar dari praktik perdagangan yang tidak sehat.

Asal tahu saja, perang mata uang ini juga turut memberi pukulan keras bagi aset-aset berisiko berbasis keuangan dari negara berkembang, termasuk rupiah. Sepanjang perdagangan spot kemarin, rupiah benar-benar merasakan dampak negatif dari perang mata uang. Bagaimana tidak, koreksi rupiah bahkan sempat menebal hingga lebih dari 0,60% dan memboyong rupiah ke level Rp14.300-an per dolar AS.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: