Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tanpa Tedeng Aling-Aling, Rupiah Gilas Dolar AS

Tanpa Tedeng Aling-Aling, Rupiah Gilas Dolar AS Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tanpa tedeng aling-aling, rupiah sdengan sigap menggilas dolar AS hingga mata uang Paman Sam itu terkoreksi 0,16% ke level Rp14.200. Padahal, sejak dibuka menguat 0,04% ke level Rp14.210 pagi tadi, rupiah sempat tertekan sendirian di hadapan dolar AS.

Bahkan, di saat yang bersamaan, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia dan dunia karena tak punya tenaga untuk melawan. Namun kini, keadaan berbalik 180 derajat. Rupiah sudah bertenaga danmampu bergerak variatif dengan kecenderungan menguat. 

Baca Juga: Ngenes! Karena Satu Alasan, Rupiah Gak Bisa Ikut Bantai Dolar AS!

Hingga pukul 11.05 WIB, rupiah menjabat sebagai mata uang terlemah ketiga di Asia. Ya, hanya dengan menggulingkan yuan (-0,05%) dan dolar Taiwan (-0,24%), rupiah dapat menjadi mata uang terbaik di Asia. 

Berdasarkan pantauan, rupiah melemahkan mata uang Asia sekelas yen (0,14%), ringgit (0,12%), dolar Singapura (0,12%), dolar Hongkong (0,11%), won (0,09%), dan baht (0,04%). 

Baca Juga: Balas Dendam ke Dolar AS Sukses, Rupiah Eksis di Asia dan Dunia!

Sejatinya, mata uang Garuda diselimuti beberapa sentimen positif yang menjadi suntikan tenaga bagi rupiah untuk menguat. Pertama, sentimen domestik berupa rilis data cadangan devisa (cadev) yang tercatat naik US$2,1 miliar menjadi US$125,9 miliar. Kenaikan tersebut tentu saja menjadi peluru bagi Bank Indonesia (BI) dalam upaya penyelamatan rupiah yang tertekan beberapa waktu terakhir. 

Baca Juga: Bak Layang-Layang Putus Talinya, Kasihan Rupiah Jadi Korban PHP

Kendati begitu, rupiah tetap harus mewaspadai sentimen domestik berupa rilis data neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang akan diumumkan esok hari oleh Bank Indonesia (BI). Rilis data tersebut menjadi krusial karena berkaitan dengan data transaksi berjalan (current account). Apalagi, BI memprediksi defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal II 2019 akan lebih dalam daripada kurtal sebelumnya.

Sentimen berikutnya datang dari global, yakni pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral India (RBI) dan Bank Sentral Thailand (BoT) masing-masing sebesar 35 bps dan 25 bps. Kebijakan dua negara tersebut membuat rupiah berada pada pihak yang diuntungkan. Alhasil, aset-aset berisiko berbasis rupiah menjadi buruan investor.

 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: