Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPK Sebut OTT di Impor Pangan Terus Berulang Karena...

KPK Sebut OTT di Impor Pangan Terus Berulang Karena... Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi -

KPK menilai berulangnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) di sektor impor pangan adalah karena dua kementerian tidak punya kebijakan yang sinkron di bidang pangan. Dua kementerian tersebut, yakni Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

"Titik lemahnya itu sebenarnya. Jadi misalnya seperti kemarin saat ada impor beras Kementerian Pertanian mengatakan beras banyak tapi masih saja diimpor, akhirnya Kepala Bulog mengeluh, mau ditaruh di mana impor ini karena gudangnya sudah penuh?" kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung Lemhanas Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Laode menyampaikan hal tersebut seusai KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY) bersama lima orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019.

I Nyoman diduga menerima fee sebesar Rp2 miliar dari pemilik PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung agar Afung mendapat kuota impor bawang putih.

Fee yang disepakati oleh I Nyoman adalah Rp1.700 sampai Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor atau Rp3,6 miliar untuk 20 ribu ton bawang putih. Namun untuk memenuhi fee tersebut, Afung meminjam dari Zulfikar. Namun, baru terealisasi Rp2,1 miliar dan ditransfer ke rekening rekan Afung, yaitu Doddy Wahyudi, lalu ditransfer ke rekening Nyoman sebesar Rp2 miliar.

"Itu aneh sebenarnya, masa pemerintahan tidak bisa berkoordinasi dengan baik? Ya seperti itu berulang, dan kita berharap sebenarnya ini distop, tapi sampai sekarang tidak juga," ungkap Laode.

Kasus impor pangan sebelumnya juga pernah terjadi pada 2013 lalu dalam perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Kasus ini menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

Selain itu pada 2016, ada kasus suap terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang melibatkan Ketua DPD saat itu Irman Gusman. "Dulu kita pernah impor sapi, sekarang bawang, sebelumnya dulu sapi juga. Ini kelihatannya modusnya masih sama. Cuma modus bergeraknya beda-beda. Jadi kita harus menyesuaikan diri untuk hal itu," tambah Laode.

Ia pun meminta agar pemerintah dapat tegas untuk menghentikan praktik korupsi tersebut agar penentuan kuota kuota tidak selalu menjadi lahan untuk suap-menyuap. "Karena hampir semua komoditas terjadi, sehingga di pasar masih kelebihan karena mereka ingin mendapat keuntungan ekonomi," ungkap Laode.

Ketidaksinkronan itu juga membuka celah terjadinya praktik perdagangan pengaruh (trading in influence) untuk penentuan kuota.

"Perdagangan pengaruh juga akhirnya dimanfaatkan karena selisih harga komoditi di luar negeri dengan dalam negeri itu tinggi sekali. Seperti bawang putih harganya satu kilo di sini berapa? Kalau di China murah sekali, beras juga begitu harga beras itu setengahnya harga per kilogram di luar negeri dengan dalam negeri," jelas Laode.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: