Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Adu Lempar Molotov dan Gas Air Mata, Bentrokan Polisi-Demonstran Hong Kong Kembali Pecah

Adu Lempar Molotov dan Gas Air Mata, Bentrokan Polisi-Demonstran Hong Kong Kembali Pecah Kredit Foto: Antara/Reuters/Issei Kato
Warta Ekonomi, Hong Kong -

Bentrokan kembali pecah antara kepolisian Hong Kong dengan para pengunjuk rasa pro-demokrasi dalam "aksi kucing-kucingan" di sejumlah lokasi. Ketika polisi menembakkan gas air mata secara bertubi-tubi, para demonstran membalasnya dengan melempar bom molotov ke arah polisi itu. Alhasil sejumlah orang, termasuk polisi terluka dalam bentrokan yang terjadi di Distrik Wan Chai itu.

Mengutip dari BBC News Indonesia, Senin (12/8/2019), polisi juga terekam menembakkan peluru karet dalam jarak dekat di stasiun kereta bawah tanah, sementara aparat lain terlihat memukuli demonstran dengan pegangan eskalator.

Demonstrasi berkepanjangan yang dipicu RUU Ekstradisi yang kontroversial itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Kedua belah pihak mengukuhkan sikapnya.

Meskipun pemerintah sekarang telah menangguhkan RUU tersebut, yang akan memungkinkan ekstradisi ke daratan China, para demonstran ingin sepenuhnya ditarik.

Tuntutan mereka meluas, termasuk seruan untuk penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi, dan agar pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengundurkan diri.

Apa yang Baru Saja Terjadi?

Diawali sebuah unjuk rasa damai di Victoria Park pada Minggu (11/8/2019) sore memicu bentrokan ketika demonstran pindah dari lokasi tersebut dan berbaring di sepanjang ruas jalan meskipun ada larangan polisi.

Ada konfrontasi di beberapa lokasi dan polisi menggunakan peluru karet dalam upaya untuk membubarkan para demonstran.

Gas air mata ditembakkan di distrik perbelanjaan Tsim Sha Tsui yang sibuk serta di Wan Chai di Pulau Hong Kong.

Satu gambar yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan seorang perempuan, yang dilaporkan terkena proyektil polisi, mengeluarkan banyak darah dari matanya.

Seorang wartawan BBC, Stephen McDonell, yang meliput peristiwa itu melaporkan kelompok demonstran mengadopsi taktik baru dengan cara beraksi dalam jumlah kecil di banyak tempat. Mereka kemudian lari ketika polisi datang. Sementara polisi buru-buru menangkapi mereka.

Gas air mata juga ditembakkan ke stasiun metro di Kwai Fong. Media setempat melaporkan bahwa ini adalah pertama kalinya polisi menembakkan gas air mata ke stasiun metro untuk membubarkan orang.

Video lain yang muncul di media sosial menunjukkan polisi berduyun-duyun datang ke stasiun kereta bawah tanah dan menembaki demonstran pada jarak dekat. Beberapa petugas juga terekam sedang mengejar dan memukuli orang-orang dengan pegangan eskalator.

Media lokal melaporkan bahwa terduga petugas polisi yang menyamar sebagai pengunjuk rasa melakukan penangkapan tiba-tiba pada Minggu malam.

Di tempat lain, dua bom molotov dilemparkan ke polisi dan setidaknya satu petugas menderita luka bakar.

Di Bandara Hong Kong terjadi pula demonstrasi yang diikuti oleh ratusan orang. Mereka menggelar aksi duduk secara tertib.

Demonstrasi menentang pemerintah telah memasuki pekan kesepuluh di wilayah semi-otonomi tersebut. China menuding adanya penghasut dan campur tangan asing.

Mengapa Ada Unjuk Rasa di Hong Kong?

Demonstrasi dimulai dua bulan lalu sebagai perlawanan terhadap RUU Ekstradisi yang diusulkan, yang akan memungkinkan tersangka penjahat dikirim ke Cina daratan untuk diadili.

Para kritikus mengatakan itu akan merusak kebebasan hukum Hong Kong, dan dapat digunakan untuk membungkam para pengkritik pemerintah.

Polisi kemudian dituduh menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Meskipun pihak berwenang Hong Kong setuju untuk menunda RUU tersebut, demonstrasi berlanjut, dengan seruan agar RUU itu ditarik sepenuhnya.

Hong Kong sendiri adalah bagian dari China, tetapi warganya memiliki otonomi lebih banyak daripada di daratan.

Wilayah semi-otonomi ini memiliki kebebasan pers dan independensi peradilan di bawah apa yang disebut pendekatan "satu negara, dua sistem", kebebasan yang dikhawatirkan oleh para aktivis semakin terkikis.

Mereka juga menyerukan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi selama unjuk rasa dan pengunduran diri pemimpin Hong Kong Carrie Lam.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: