Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Panasnya Hubungan Korea Selatan-Jepang

Panasnya Hubungan Korea Selatan-Jepang Kredit Foto: Eugene Hoshiko/Pool via Reuters
Warta Ekonomi, Seoul -

Korea Selatan (Korsel) dan Jepang masing-masing dari keduanya dilaporkan telah menurunkan level hubungan bilateral yang ada. Langkah ini dilakukan saat kedua negara saling mencabut negara lain dari daftar mitra dagang istimewa akibat perang dagang.

Pejabat Korsel mengumumkan pihaknya akan secara resmi mencabut Jepang dari "daftar putih" negara-negara dengan status perdagangan jalur cepat dan menurunkan Jepang ke kategori baru mitra dagang mulai September mendatang.

"Kategori dagang baru itu untuk negara-negara yang tidak patuh pada prinsip kontrol ekspor internasional," terang Menteri Industri Korsel Sun Yun-mo, dilansir Reuters

Pejabat senior Kementerian Perdagangan Korsel Park Taesung menambahkan, Jepang telah melakukan tindakan-tindakan yang tak pantas.

“Jepang telah didaftar sebagai salah satu negara dalam daftar itu karena melakukan praktik-praktik dagang yang tak patut.”

Park tidak menyebut secara pasti apa tuduhan Korsel pada Jepang. Sebagai bagian dari kategori baru yang diturunkan levelnya itu, Jepang akan tetap dapat berdagang dengan Korsel, tapi akan menjadi target dari proses aplikasi ekspor yang lebih lama. 

“Perusahaan-perusahaan Korsel yang mengekspor produk-produk strategis ke Jepang harus mengisi lima dokumen aplikasi, dari sebelumnya hanya tiga dokumen, dengan proses tunggu meningkat dari lima menjadi 15 hari,” papar laporan Nikkei Asian Review.

Pengumuman Seoul itu dilakukan 10 hari setelah Jepang mengeluarkan Korsel dari “daftar putih” miliknya.

Langkah ini mengharuskan para eksportir Jepang dengan produk-produk strategis harus melalui pemeriksaan tambahan untuk memastikan produk mereka tidak akan digunakan oleh militer atau industri senjata Korsel. Pembatasan baru oleh Jepang itu mulai berlaku pada 28 Agustus.

"Kementerian Perdagangan Korsel menyangkal langkah terbaru mereka sebagai pembalasan terhadap Jepang," tulis laporan Nikkei Asian Review

Jepang belum memberikan respon resmi atas langkah terbaru Korsel. Perang dagang antara kedua negara kian memburuk setelah dua negara saling menurunkan level hubungan dagang bilateralnya. Jepang menyatakan langkah mereka pada Korsel itu bukan untuk memanaskan perang dagang.

“Ini bukan larang anekspor,” ucap Menteri Perdagangan Jepang Hiroshige Seko.

Ini pertama kali Jepang mengeluarkan satu negara dari daftar putih perdagangannya. Dalam daftar itu, masih ada negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman.

“Korsel juga akan mempercepat upaya mengajukan komplain di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), terkait kontrol ekspor Jepang,” papar Menteri Keuangan Korsel Hong Nam-ki kepada Reuters.

Jepang pada 1 Juli telah menerapkan batasan ekspor pada produk fluorinated polyimide, photoresists, dan hidrogen fluoride. Industri elektronik domestik Korsel sangat membutuhkan bahan baku teknologi tinggi itu untuk membuat semikonduktor dan layar display. Langkah Jepang itu semakin merusak jaringan suplai global untuk produk-produk teknologi yang telah menghadapi ketidakpastian karena perang dagang antara AS dan China.

Presiden Korsel mengatakan tindakan yang diambil Jepang adalah sebuah kerugian bagi mereka dan bagi hubungan bilateral yang telah terbangun sebelumnya.

“Langkah yang diambil Jepang hari ini sesuatu yang merusak kerja sama ekonomi jangka panjang dan kemitraan bersahabat antara dua negara kita, menjadi tantangan berat bagi hubungan bilateral,” ungkap Presiden Korsel Moon Jae-in saat rapat kabinet darurat.

Moon menyatakan pemerintahannya akan membantu dengan segala cara untuk meminimalkan dampak buruk bagi bisnis akibat pengetatan ekspor Jepang tersebut. 

“Terlebih lagi, ini aksi merusak yang akan menghancurkan jaringan suplai global dan melemahkan ekonomi global. Ini jelas memicu kecaman dari komunitas internasional,” tegas Moon.

Perang dagang antara AS dan China juga kian memanas setelah Washington menuduh Beijing sebagai manipulator mata uang, seiring terus melemahnya nilai yuan. Bank Sentral China (PBOC) segera merespons dengan menya takan tuduhan AS itu akan semakin merusak tata keuangan internasional dan mengacaukan pasar keuangan.

Menurut PBOC, sikap AS itu memanaskan ketegangan mata uang serta mencegah pemulihan perdagangan dan ekonomi global. Ini menjadi respons resmi pertama China atas langkah AS meningkatkan ketegangan dalam perang dagang kedua negara.

“China tidak pernah menggunakan dan tak akan menggunakan nilai tukar mata uang sebagai alat untuk menghadapi konflik dagang,” papar pernyataan PBOC, dilansir Reuters.

PBOC menambahkan bahwa China mengimbau AS menahan kudanya sebelum jurang dan mewaspadai kesalahannya serta kembali dari jalur yang salah.

Tuduhan AS kepada China itu memicu konflik lebih besar antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Situasi ini juga membuat perang dagang akan berlangsung lebih lama dari perkiraan semula. Konflik antara kedua negara pun menyebar tak hanya mengenai tarif, tapi juga melibatkan sektor lain seperti teknologi. Para pengamat khawatir konflik antara kedua negara dapat merusak kepercayaan bisnis dan pertumbuhan ekonomi global.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: