Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

SRC, Bukan Minimarket Juga Bukan Sekadar Toko Kelontong

SRC, Bukan Minimarket Juga Bukan Sekadar Toko Kelontong Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Melihat toko kelontong dengan merek SRC (Sampoerna Retail Community) sekilas mirip minimarket karena memiliki satu brand yang sama yakni SRC, yang terpampang besar di bagian depan toko dan seragam di semua jaringan SRC. Bedanya selain brand SRC, juga diikuti dengan nama pemilik toko, misalnya SRC Wakiran yang berlokasi di Jl. Kelapa Sawit Raya Blok AM No. 13 - RT 13 RW 07 Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Henny Susanto, Kepala Urusan Pengembangan Bisnis dan Komersial Sampoerna menegaskan SRC bukanlah minimarket. Tapi toko kelontong yang kepemilikannya sepenuhnya oleh pemilik toko, nama di belakang brand yang tercantum, merupakan pemiliknya. Demikian juga di seluruh toko yang tergabung dalam jaringan SRC, bukanlah milik Sampoerna, tapi dimiliki oleh warga yang berbeda-beda.

Baca Juga: Serupa Warung Pintar, Aplikasi Ini Bantu Tingkatkan Penjualan Toko UMKM

“Toko itu milik masyarakat yang kami ajak bergabung ke dalam jaringan SRC agar menjadi lebih baik,” jelas Henny.

Brand SRC hanyalah menunjukkan bahwa toko kelontong tersebut tergabung dalam jaringan yang dibentuk oleh Sampoerna. Konsep SRC sendiri adalah toko kelontong masa kini, bukan sekedar toko kelontong, tapi sesuai dengan tagline yang dimiliki, yakni dekat, hemat dan bersahabat.  

Untuk menjadi lebih baik, Samporna selaku pemilik program rutin melakukan pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing toko. Program yang ditawarkan diminati oleh masyarakat, membuat SRC yang bermula dari 57 toko kelontong di Kota Medan pada tahun 2008, saat ini telah tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota sebanyak 110.000 toko kelontong.

Selain pembinaan dan pendampingan, SRC juga menciptakan aplikasi AYO SRC yang memiliki berbagai layanan seperti, menghubungkan pemilik toko dengan distributor terpercaya sehingga pemilik toko dapat berbelanja barang dagangan secara online. Namun, pemilik toko tetap diberi kebebasan melakukan belanja di tempat lain kalau dianggap lebih meguntungkan.

Tidak hanya berguna bagi pemilik toko, AYO SRC juga dapat dimanfaatkan oleh konsumen untuk menemukan toko kelontong SRC di berbagai daerah. Aplikasi tersebut juga memiliki fitur “Pojok Bayar” yang dapat digunakan oleh pemilik toko dan konsumen, untuk memberikan kemudahan dalam pembayaran digital.

Baca Juga: Startup Story: Kudo Bantu Tingkatkan Pendapatan 2 Juta Warung Tradisional

Satu lagi, SRC memberikan kesempatan kepada distributor dan produsen lokal untuk memanfaatkan toko kelontong SRC untuk menjual produknya melalui “Pojok Lokal”. Menurut Henny, layanan ini membantu dalam meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan mendorong pemberdayaan masyarakat melalui UKM.

Henny menambahkan, SRC tidak memiliki kepentingan lain seperti memberikan pendanaan bagi pemilik toko yang membutuhkan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk membantu mendapatkan dana ke lembaga keuangan tertentu, dimana SRC membantu memberikan credit scoring.

“Cita-cita besarnya adalah kami ingin membawa dampak yang lebih banyak kepada masyaraakt,” ujar Henny.  

Wakiran, salah satu anggota SRC mengaku memulai usaha toko kelontong pada tahun 1997 dengan menyewa kios 4x3 meter. Tiga tahun berjalan usahanya berkembang dan bisa pindah ke tempatnya sendiri di tempatnya yang sekarang, dengan ukuran 150 meter persegi. Baru kemudian pada tahun 2009 bergabung dengan SRC.

Adapun yang memotivasi Wakiran untuk bergabung dengan jaringan SRC, menurutnya ingin menjadi lebih baik. Beberapa pembinaan dan pendampingan yang didapatkan, menurut Wakiran, seperti bagaimana membuat toko menjadi lebih menarin dan bagaimana cara menarik konsumen. Pemilik toko juga menjadi tahu kebutuhan tokonya, seperti bagaimana toko menjadi lebih terang, lebih bersih, dan bagaimana menyusun barang dagangan ala minimarket.

“Saat itu saya bilang mau ikut, tapi tidak mau diatur. Dan memang tidak diatur, cuma saran-saran saja,” ungkap Wakiran.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: