Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rusia-China Kompak Sebut AS Pemicu Persaingan Senjata

Rusia-China Kompak Sebut AS Pemicu Persaingan Senjata Kredit Foto: Reuters/Lucy Nicholson
Warta Ekonomi, Moskow -

Rusia dan China kompak menuduh Amerika Serikat (AS) memicu perlombaan senjata baru setelah menguji coba rudal jelajah Tomahawk berbasis darat. Tes rudal ini dilakukan hari Senin (19/8/2019) atau beberapa minggu setelah Washington menarik diri dari Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987.

Dalam uji cobanya, rudal jelajah yang mampu melakukan konfigurasi nuklir itu menghantam targetnya setelah terbang lebih dari 500 km. Keberhasilan tes misil berbasil darat ini disampaikan Pentagon dalam sebuah pernyataan.

Peluncuran rudal versi seperti itu dilarang selama beberapa dekade setelah perjanjian INF ditandatangani tahun 1987 oleh Ronald Reagan dan Mikhail Gorbachev, presiden AS dan Uni Soviet kala itu.

Perjanjian itu melarang pengembangan dan peluncuran rudal berbasis darat dengan kemampuan jangkauan antara 500 km hingga 5.500 km. Tujuannya, untuk mengurangi kemampuan kedua negara dalam meluncurkan serangan nuklir dalam waktu singkat.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengutuk peluncuran rudal terbaru AS, tapi menegaskan bahwa Moskow tidak ingin memulai perlombaan senjata baru, dan tidak akan mengerahkan rudal baru kecuali AS melakukannya terlebih dahulu.

"Semua ini menimbulkan penyesalan, Amerika Serikat jelas telah mengambil jalan untuk meningkatkan ketegangan militer. Kami tidak akan menyerah pada provokasi," ujarnya, yang dikutip kantor berita TASS, Selasa (20/8/2019).

Sergei mengatakan Rusia tak akan terpancing dengan perlombaan senjata.

"Kami tidak akan membiarkan diri kami ditarik ke perlombaan senjata mahal," sambungnya.

Beijing juga menyerang AS karena perilaku provokatifnya, memperingatkan bahwa uji coba rudal seperti itu dapat mengarah pada "putaran lain perlombaan senjata", dan memiliki dampak negatif serius terhadap keamanan internasional dan regional.

"Kami menasihati pihak AS untuk meninggalkan konsep usang mereka tentang mentalitas Perang Dingin dan zero sum games, serta menahan diri dalam mengembangkan senjata," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang dalam jumpa pers.

Presiden AS Donald Trump membuat keputusan untuk meninggalkan perjanjian INF pada bulan Februari 2019, dan memberikan pemberitahuan enam bulan ke depan sejak itu untuk benar-benar hengkang. Dia menyalahkan Rusia karena mengembangkan senjata yang dicurigai melanggar ketentuan Perjanjian INF. 

Rusia awalnya membantah bahwa rudal yang dituduhkan AS itu ada. Namun, baru-baru ini Moskow mengatakan bahwa jangkauan rudalnya tidak melanggar batas-batas Perjanjian INF.

Dengan berakhirnya Perjanjian INF 1987, satu-satunya perjanjian internasional yang mencegah konflik senjata nuklir adalah adalah perjanjian New START yang diteken AS dan Rusia. Namun, nasib perjanjian ini juga dalam bahaya karena batas waktunya juga akan berakhir pada Februari 2021.

Perjanjian New START membatasi hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan oleh AS dan Rusia, yakni masing-masing 1.550 unit, dan memungkinkan verifikasi dan pertukaran data penting. Perjanjian ini sejatinya dapat diperpanjang, namun Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan bahwa sepertinya Washington tidak akan melakukannya.

Trump telah menyatakan minatnya untuk membuat perjanjian kontrol senjata baru. Namun syaratnya Beijing harus masuk. Dia mengkhawatirkan meningkatnya persenjataan rudal China, karena negara itu tidak ikut dalam perjanjian pengendalian senjata internasional.

"Saya pikir kita akan akhirnya membuat kesepakatan dengan Rusia di mana kita memiliki semacam kontrol senjata karena semua yang kita lakukan adalah menambah apa yang tidak kita butuhkan dan mereka juga. Dan China berusaha untuk 'menangkap' kita berdua," kata Trump kepada C-Span, yang dikutip The Guardian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: