Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bahaya Lakukan Persalinan Normal Jika Sang Bayi Berukuran Besar

Bahaya Lakukan Persalinan Normal Jika Sang Bayi Berukuran Besar Kredit Foto: (Foto: Shutterstock)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Detik-detik menjelang melahirkan, banyak ibu hamil yang berharap bisa melewati proses persalinan secara normal. Akan tetapi, tak semua ibu hamil bisa melahirkan melalui proses pervaginam. Ada beberapa kondisi tertentu yang membuat ibu hamil harus melewati persalinan operasi caesar, salah satunya adalah ukuran bayi yang terlalu besar.

 

Jika seorang ibu hamil memaksakan diri untuk melahirkan bayi yang ukurannya besar melalui persalinan normal, maka bisa terjadi kerobekan vagina yang cukup parah.

 

Biasanya, semua persalinan pervaginam memang berisiko merobek vagina. Contohnya, meskipun ukuran bayinya pas dan kepalanya masuk panggul namun bagian luar vagina kaku, maka risiko robekannya menjadi lebih besar.

 

“Biasanya dokter kandungan akan melihat pada saat bersalin, jika ada kemungkinan bagian luar kaku atau bakal robek saat kepala bayi mendorong keluar, maka akan dilakukan episiotomi. Tindakan itu merobek vagina dengan sengaja agar bayi bisa lewat,” terang dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dr Grace Valentine, Sp.OG.

 

Dr Grace menjelaskan, robekan jalan lahir terdiri atas empat grade. Grade 1 robekan masih terdapat di mukosa vagina. Pada grade 2 robekan sudah melebar hingga ke otot sfingter.

Lalu untuk grade 3, robekan sudah mencapai dinding dubur hingga merusak otot sfingter. Sedangkan untuk grade 4 persalinan, robekan sudah sampai mukosa dubur. 

 

“Tentunya robekan jalan lahir pada grade 3 dan 4 harus dievaluasi lebih ketat. Sebab dampaknya terjadi pada saat setelah melahirkan nanti, risikonya enggak bisa buang air kecil atau buang air besar karena otot sfingter rusak,” jelas dr Grace.

 

kxq6909gnuc78jnkfipg_21230.jpg

 

Ketika terjadi robekan, dokter memang akan melakukan perbaikan setelah persalinan. Perbaikan itu akan dievaluasi kembali setelah 40 hari dan 3 bulan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat otot sfringter sudah kencang dengan baik atau belum. Lalu dokter juga bisa melakukan USG untuk melihat integritas dari otot karena memengaruhi persalinan berikutnya.

 

“Apabila penyembuhannya tidak baik, pasien disarankan untuk operasi caesar pada kehamilan berikutnya. Sebab apabila lahir normal lagi ototnya akan semakin rusak sehingga memengaruhi kualitas hidup,” ungkap dr Grace.

 

Ia juga menambahkan, selain karena risiko robekan yang lebih tinggi, memaksakan bayi ukuran besar lahir secara normal dapat menyebabkan distosia bahu. Kondisi ini lebih berbahaya karena bisa menyebabkan kematian pada bayi.

 

“Biasanya dokter akan mengecek saat usia kehamilan ibu di 36 minggu. Apabila ukuran bayinya oke, kepala masuk panggul, bisa dilakukan persalinan normal. Tapi jika tidak disarankan operasi caesar,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: