Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kelompok Benny Wenda: Pemblokiran Internet Bagian dari Operasi Militer Indonesia

Kelompok Benny Wenda: Pemblokiran Internet Bagian dari Operasi Militer Indonesia Kredit Foto: (Foto: Okezone)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ribuan pengunjuk rasa dilaporkan akan turun ke sejumlah titik jalan di enam wilayah Papua Barat pada hari Senin (26/8/2019). Demonstrasi pada Senin ini tepat satu minggu setelah demonstrasi kekerasan berkobar di sejumlah wilayah paling timur Indonesia tersebut. Demo rusuh itu memicu pemerintah Indonesia memblokir internet untuk sementara waktu.

Demo rusuh di wilayah Papua pekan lalu dipicu oleh sebuah insiden di Surabaya, ketika sekelompok orang diduga mengolok-olok warga Papua dengan cercaan rasis. 

Kelompok United Movement for the Liberation of West Papua (UMLWP) atau Gerakan Bersatu untuk Pembebasan Papua Barat bersiap ambil bagian dalam demo hari ini. Kelompok yang dipimpin tokoh separatis Benny Wenda itu mengecam pemblokiran internet yang mereka sebut bagian dari operasi militer Indonesia.

Benny Wenda saat ini tinggal di Oxford, Inggris, setelah mendapat suaka di negara tersebut. Dia menjadikan kota itu sebagai markas untuk menyuarakan kemerdekaan Papua Barat.

Markus Haluk dari UMLWP mengatakan para demonstran sudah mulai berkumpul di Wamena pada Senin pagi.

"Pemblokiran internet adalah bagian dari operasi militer karena militer Indonesia selalu menemukan cara untuk mengisolasi Papua dan menghentikan suara-suara Papua yang dibagikan kepada dunia," paparnya.

Di Jayapura, para orang Papua yang berbicara dengan The Guardian sangat marah, mengatakan bahwa mereka telah lama didiskriminasi dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

"Orang-orang marah bukan hanya karena mereka memanggil kita monyet, tetapi karena mereka (Indonesia) memperlakukan kita seperti binatang," tukas Victor Yeimo, seorang tokoh pro-kemerdekaan.

Pada kebaktian gereja di perbukitan Sentani pada hari Minggu pagi, para pendeta memberikan khotbah penuh semangat yang mengecam rasisme. Mereka mengatakan bahwa orang Papua telah lama menderita. Sementara itu, di seluruh Jayapura spanduk telah dipajang untuk menyerukan agar tindakan rasis ditolak.

Tokoh-tokoh pro-kemerdekaan terkemuka di Papua mengatakan insiden Surabaya itu membuka luka sejarah yang telah membusuk sejak Papua menjadi bagian dari Indonesia tahun 1969.

Demo direncanakan hari ini setelah pemerintah Indonesia mengisyaratkan pemblokiran internet akan berlanjut. Seorang juru bicara kepolisian Papua, Ahmad Kamal mengatakan kepada The Guardian bahwa layanan internet akan terus terbatas selama seminggu untuk mencegah penyebaran "berita palsu" atau "hoax".

Ketika protes pecah di Jayapura Senin (19/8/2019) lalu, pemerintah memperlambat kecepatan internet. Beberapa wilayah yang merencanakan demo hari ini antara lain Wamena, Yahukimo, Deiyai, Paniai dan Pegunungan Bintang.

Para wartawan lokal telah mengecam pemblokiran internet. Surat kabar Cendrawasih Post, melansir laporan yang menggambarkan pemblokiran itu sebagai bentuk diskriminasi terhadap orang Papua.

"Semuanya down," imbuh Victor Mambor, editor Tabloid Jubi.

Victor menyebut akses internet saat ini masih sulit di akses. Internet, lanjut Victor, hanya terdapat di dua hotel di kota ini.

"Banyak orang bertanya kepada saya tentang apa yang terjadi di Papua karena mereka tidak dapat memperoleh informasi. Internet sekarang hanya tersedia di dua tempat, Hotel Horizon dan Aston, "lanjut Victor.

Editor Suara Papua, Arnold Belau, mengatakan layanan internet di kantornya benar-benar terputus pada hari Minggu (25/8/2019).

"Kebijakan negara untuk memblokir internet sangat merusak bagi kami karena Suara Papua adalah media online sehingga kami mengandalkan internet," katanya, seraya menambahkan bahwa setidaknya 20 outlet media daring di Jayapura terkena dampak.

Di tengah-tengah pemblokiran internet, para aktivis mengklaim satu orang tewas dalam bentrokan bersenjata antara kelompok pro-kemerdekaan dan personel keamanan di Wamena pada hari Jumat. Menurut para aktivis lusinan orang juga terluka. Namun, polisi membantah klaim itu dan menyebutnya sebagai "informasi palsu".

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: