Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penderita Diabetes di Kota Meningkat, Gaya Hidup Pemicunya

Penderita Diabetes di Kota Meningkat, Gaya Hidup Pemicunya Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jumlah penderita diabetes di kota besar seperti Jakarta cenderung mengalami peningkatan. Tren ini diakibat gaya hidup tidak sehat yang membuat masyarakat terlena.

Berdasarkan data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Tahun 2018, prevalensi diabetes di DKI Jakarta meningkat dari 2,5 persen pada 2013 menjadi 3,4 persen pada 2018. Daerah lainnya, yang prevalensi jumlah penderita diabetesnya di atas 3 persen adalah Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Kota-kota yang mengalami peningkatan prevalensi penderita diabetes tersebut menunjukkan bahwa kualitas kesehatannya perlu ditingkatkan. Di DKI Jakarta, hingga pertengahan tahun ini diperkirakan terdapat ratusan ribu kasus diabeteas. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan jumlah tersebut diprediksi bertambah karena masih banyak masyarakat belum melakukan cek kesehatan.

"Ada 154.000 kasus yang belum ditemukan. Karena, sebagian mereka tidak sadar punya diabetes jadi tidak ke fasilitas kesehatan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (27/8).

Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan, dari 10,5 juta penduduk ibu kota, baru sekitar 5,3 persen atau 566.000 yang sudah melakukan pengecekan diabetes. Hal ini dinilai masih kurang maksimal karena untuk mengetahui adanya penyakit tersebut harus dilakukan secara dini.

"Memang informasinya belum terkumpul. Tapi itu cukup besar," kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr Dwi Oktavia. 

Dia mengungkapkan, sepanjang kurun waktu 2017-2018, Pemprov DKI melakukan screening terhadap warga melalui puskesmas dan rumah sakit. Hasilnya, survei tersebut mendapati indikasi diabetes tercatat oleh beberapa faktor, seperti obesitas sebanyak 31 persen, obesitas central (perut buncit) 29 persen, kurang aktivitas fisik 11,7 persen, kurang sayur dan buah 11 persen, dan merokok 2,7 persen.

"Ini yang membuat kami memberikan perhatian terhadap masyarakat," ucap dr Dwi.

Dia menyadari, diabetes menjadi masalah tersendiri di masyarakat. Apalagi apabila memperhatikan tren prevalensi yang mengalami kenaikan signifikan. Dia menambahkan, kendati sudah diketahui angka penderita diabetes di Ibu Kota, namun data tersebut dirasa masih minim karena belum mencakup separuh penduduk Jakarta. 

Untuk itu, dia menyarankan agar masyarakat turut berperan dalam melakukan pemeriksaan dan pelaporan diabetes kepada otoritas terkait. Selama ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melihat banyak masyarakat yang memilih enggan melaporkan dan mengikuti screening. Padahal penyakit diabetes cukup berbahaya bagi masyarakat perkotaan. 

Diabetes, diakui Dwi, disebabkan beberapa faktor mulai dari kebiasan kurang gerak, jarang konsumsi sayur dan buah, tidak olahraga, merokok, hingga stres pekerjaan.

"Semua itu umumnya terjadi di lingkungan kota megapolitan seperti Jakarta," ujar dia.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim telah melakukan berbagai cara dalam upaya menekan penyakit diabetes. Di antaranya membenahi infrastruktur, mulai dari revitalisasi trotoar, pembuatan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), serta menyediakan berbagai sarana olahraga agar masyarakat mau berkativitas.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menambahkan, pihaknya sudah menyiagakan lebih dari 400 Posbindu untuk penyakit tidak menular yang tersebar di semua kelurahan. Ke depan, para kader Posbindu akan memperkuat jejaring kesehatan dan mensosialisasikan gaya hidup sehat ke para penderita diabetes.

"Jadi, kita aktifkan dan giatkan Posbindu, sehingga warga mengetahui status kesehatannya terlebih gula darahnya. Minimal dilakukan screening pemetaan angka risiko tadi. Kita juga akan menguatkan jejaring pelayanan kesehatan, mulai dari puskesmas, rumah sakit, kader kesehatan dan warga," ungkapnya.

Widyastuti turut memaparkan, Pemprov DKI Jakarta juga akan mengeluarkan beragam kebijakan yang berimplikasi pada gaya hidup sehat warganya, guna melakukan upaya preventif terhadap penyakit diabetes, seperti festival olahraga sepanjang tahun dan lain sebagainya.

"Kita ingin gaya hidup warga semakin sehat, sehingga faktor risikonya (diabetes) bisa dikendalikan serta angka prevelensinya bisa dikendalikan dan menurun," tuturnya.

Menggandeng Swasta

Dalam upaya mencegah diabetes di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan perusahaan farmasi Denmark, Novo Nordisk Indonesia, untuk melakukan pemetaan terhadap masyarakat yang terpapar diabetes. Perusahaan farmasi itu mendiagnosis, obesitas menjadi faktor utama terjadinya diabetes. 

"Jumlahnya terus meningkat namun belum terdiagnosis secara maksimal," ujar President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia, Morten Vaupel di Balaikota, Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, temuan lain adalah adanya kekurangan diagnosa yang disebabkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai diabetes. Menurutnya, sekalipun di Jakarta tersebar sejumlah puskesmas dan pos pembinaan terpadu (posbindu), namun keduanya dinilai masih belum optimal.

"Juga, tata laksana diabetes masih belum optimal, hanya 30 persen diabetes yang mencapai target glikemik," kata dia.

Sementara itu, Federasi Diabetes Internasional atau International Diabetes Federation (IDF) melaporkan, setiap tujuh detik seorang pasien meninggal dunia akibat diabetes, dengan 50 persen korban berusia di bawah 60 tahun. Secara global, prevalensi diabetes diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 9,9 persen (95 persen confidence interval 7,5-12,7 persen) pada 2045.

Diketahui, jumlah pengidap diabetes di dunia mencapai 424,9 juta orang pada 2017 dan diperkirakan meningkat menjadi 528,6 juta pada 2045. Prevalensi diabetes global terus meningkat dari 151 juta pada tahun 2000 menjadi 382 juta pada 2013. Ironisnya, sekitar 50 persen tidak terdiagnosa, terutama di negara berkembang.

Menurut studi IDF terhadap 4,4 juta responden, diabetes mengalami tren kenaikan sejak 1980. Jumlah orang dewasa yang mengidap diabetes naik dari 108 juta pada 1980 menjadi 422 juta pada 2014. Wabah obesitas disebut sebagai faktor kunci meningkatnya diabetes di seluruh dunia.

"Sekitar 352,1 juta orang juga rentan dan mulai menunjukkan gejala awal terkena diabetes," ungkap IDF.

"Diabetes sebenarnya dapat dicegah di dalam tubuh sebagian pasien melalui penanganan yang tepat, termasuk mereka yang mengalami komplikasi lebih rumit di bagian hati, otak, mata, ginjal, dan kaki,” tambah IDF.

Secara umum, diabetes menyerang orang berusia antara 40-59 tahun yang menimbulkan dampak serius terhadap ekonomi dan sosial. Selain itu, sekitar 77 persen kasus diabetes terjadi di negara dengan pendapatan menengah atau rendah. Diabetes juga tidak mengenal gender dan dapat menyerang laki-laki dan perempuan.

Angka kematian akibat diabetes telah menurun dalam tiga tahun terakhir. Sejumlah kematian akibat diabetes juga biasanya disertai penyakit lain seperti stroke atau gagal jantung. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pengidap diabetes meningkat dari 108 juta pada 1980 menjadi 422 juta pada 2014.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: