Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos KCN Jelaskan Asal Muasal Masalah Pelabuhan Marunda

Bos KCN Jelaskan Asal Muasal Masalah Pelabuhan Marunda Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN) Widodo Setiadi memberikan penjelasan perihal awal mula permasalahan antara PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dan PT Karya Tekhnik Utama (PT KTU) dalam pembangunan proyek pembangunan Pelabuhan Marunda Jakarta Utara. 

Ia mengatakan awal mula permasalahan muncul pada 2012 ketika Sattar Taba menjadi Direktur Utama PT KBN. Direksi KBN saat itu mengundang PT KCN dan meminta pihak KCN menjadi pemegang saham minoritas. Namun, ia mengaku PT KCN menolak permintaan tersebut karena tidak mau ada aliran uang negara di perusahaan tersebut. Tak hanya itu, ia mengaku juga PT KCN tidak ingin proyek ini dipolitisasi dan menganggap perusahaan ini hanya broker yang mencari keuntungan saja dan menjaga nama baik di perbankan.

"Penolakan ini mengakibatkan penutupan akses jalan, sehingga aktivitas bongkar muat tidak bisa berjalan, kegiatan pembangunan terhenti dan kemudian ada pemeriksaan-pemeriksaan oleh Kejaksaan," ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Baca Juga: KCN Nilai KBN Telah Memutarbalikkan Fakta

Baca Juga: Menang atas KCN, Majelis Hakim PN Jakut Kabulkan Gugatan KBN

Lanjutnya, ia mengatakan PT KBN menunjuk Jaksa pengacara negara untuk memediasi, dan akhirnya dicapai kesepakatan komposisi baru pemegang saham, masing-masing 50 persen. Selanjutnya, PT KBN meminta agar pembayaran diangsur dalam waktu satu tahun, namun tidak berjalan sehingga diperpanjang lagi selama tiga bulan.

Sambungnya, pada 21 Desember 2015, Widodo mengatakan KBN meminta agar komposisi kepemilikan saham kembali ke perjanjian awal, karena Menteri BUMN tidak menyetujui pembelian saham itu. Saat itu juga Dewan Komisaris KBN meminta diadakan RUPS luar biasa untuk kembali ke kompoisisi awal, dan akhirnya dibuatkan adendum 4.

"Sayangnya sampai saat ini adendum 4 belum ditandatangani oleh KBN dengan alasan masih menunggu pemegang saham," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa negara tidak mengeluarkan modal untuk membangun pelabuhan Marunda. Sebaliknya, negara mendapat privilege berupa goodwill, sebesar 15 persen.

Namun, ia mengatakan PT KCN dianggap berinisiatif mengadakan konsesi dengan Kementerian, seolah ia melakukan dengan pihak komersil, pihak ketiga. padahal hal tersebut merupakan amanat UU No. 17 tahun 2008. Bahwa hirarki pelabuhan ada 3, yaitu pelabuhan umum, khusus, dan khusus untuk kepentingan sendiri. Konsesi ini bukan hanya ada di pelabuhan, tapi juga ada di bandara, jalan tol, bahkan ada di kereta api cepat. ini merupakan implementasi dari UUD NRI 1945 pasal 33. 

"PT KCN didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan uang negara. padahal proyek ini merupakan proyek non APBN dan APBD. jadi tidak ada uang negara," paparnya.

Menurutnya, kewajiban KBN adalah mengurus perizinan, sementara PT KTU menyiapkan pendanaan dan pembangunan pelabuhan. Komposisi kepemilikan saham 85 persen PT KTU dan 15 persen PT KBN. 

Ia juga menjelaskan ejumlah kajanggalan gugatan PT KBN. Menurut dia, gugatan diajukan oleh BUMN kepada Menteri Perhubungan yang mempersoalkan masalah konsesi. Padahal, menurutnya yang berkompeten mengelola dan mengurus pelabuhan adalah menteri perhubungan. Sementara yang berhak melakukan konsesi adalah menteri perhubungan. Dan PT KBN tidak berhak. 

"Pembangunan pelabuhan dilakukan tanpa seizin PT KBN. Pertanyaannya adalah apakah perairan itu milik KBN? tidak. Milik KBN itu daratannya sampai bibir pantai sepanjang 1.700 meter bibir pantai. Kementerian Perhubungan berurusan dengan perairannya, dan dikonsesikan. kenapa konsesi? karena konsesi itu menyatakan bahwa (pelabuhan) itu milik negara. bukan reklamasi. Kalau reklamasi itu milik swasta," jelasnya.

Ia juga menebut tidak ada kerugian negara dalam perjanjian konsesi, karena negara tidak mengeluarkan dana sepeserpun di lahan ini. Sebaliknya, negara diuntungkan. Apalagi, lahan konsesi tersebut akan menjadi milik negara setelah 70 tahun, dan setiap bulan ada kewajiban yang disetor kepada negara sebesar 5 persen dari pendapatan bruto. 

"PT KCN merupakan perusahaan patungan antara KBN dan PT Karya Teknik Utama (KTU) sebagai wasta, yang sudah berkiprah selama 35 tahun di bisnis maritim di Indonesia.  KCN ini asli putra bangsa. Kami lahir di Indonesia. Tidak sedikitpun pihak asing yang memiliki saham di PT KTU," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: