Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meski Ibu Kota Pindah, Jakarta Tetap Perlu Dibenahi

Meski Ibu Kota Pindah, Jakarta Tetap Perlu Dibenahi Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah ibu kota ditetapkan pindah ke Kalimantan Timur, Jakarta tetap perlu dilakukan pembenahan. Pembenahan ini penting karena Jakarta tetap memegang peranan penting sebagai pusat kegiatan ekonomi.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Muhammad Diheim Biru mengatakan, alasan utama mengapa ibukota Indonesia pindah ke Kalimantan adalah keamanan dari bencana alam dan dampak perubahan iklim.

“Perpindahan populasi ke Kalimantan tidak akan mengambil banyak jumlah penduduk di Jawa khususnya yang berdiri di Jakarta. Beberapa hal yang dapat dijadikan perhatian antara lain adalah pembenahan aspek keramahan lingkungan seperti peredaman kebisingan, ruang terbuka hijau (RTH) dan penataan infrastruktur jalan. Hal ini perlu dilakukan menimbang bahwa Jakarta ke depan bisa saja diberikan otonomi daerah dan kemungkinan tidak berbenturan banyak kepentingan sehingga lebih leluasa pengelolaannya,” jelas Diheim kepada Warta Ekonomi, Kamis (29/8/2019).

Baca Juga: Ibu Kota Fix Pindah ke Kaltim, Ternyata Hal Ini yang Jadi Masalah

Ia menambahkan, Jakarta, yang berpotensi menjadi destinasi wisata, sangat rentan terkena bencana alam seperti banjir dan gempa. Pengelolaan air di Jakarta saat ini banyak menyerap air tanah di bawahnya sehingga memicu kenaikan permukaan air disekitarnya.

"Penampungan drainase air juga masih menjadi isu di beberapa tempat apabila musim hujan tiba. Ini yang menyebabkan meningkatnya ketinggian air laut di sekitar wilayah Jakarta. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan upaya pencegahan banjir," tambanya.

Menurutnya, pembangunan RTH dan biopori yang memadai dapat menjadi opsi untuk memitigasi hal tersebut sekaligus membenahi infrastruktur sistem trotoar yang lebih ramah untuk pejalan kaki.

"Pembangunan RTH dengan resapan biopori serta komposisi tumbuhan dan filtrasi tanah yang baik dapat membantu menampung curah hujan yang turun apabila porsi luasannya cukup banyak di perkotaan, di luar faktor kemiringan tanah," tutur Diheim.

Baca Juga: Cegah Spekulan Tanah di Ibu Kota Baru, Kapolri Siagakan Anggota

Selama ini, lanjutnya, peraturan lingkungan seperti baku tingkat kebisingan dan luasan hutan kota dan RTH di Jakarta masih tidak sesuai dengan yang dicantumkan. Pada peraturan Kepmen LH tahun 1996 mengenai baku tingkat kebisingan, daerah perkotaan seharusnya hanya pada sekitaran 70 dBA. Kebisingan di jalanan kota Jakarta apabila diukur dengan sound level meter dapat mencapai 80-110 dBA.

“Peraturan tersebut perlu direvisi karena paparan kebisingan di Jakarta sudah terlampau lebih tinggi dari angka tersebut. Menurut penelitian, paparan kebisingan yang dapat mempengaruhi kesehatan psikologis manusia dalam jangka panjang yaitu yang berada diatas 70 dBA atau batas suara setingkat kebisingan dalam percakapan sehari-hari,” jelasnya.

Dengan pembangunan porsi infrastruktur RTH yang baik, filter udara, resapan, dan peredam kebisingan alami akan secara perlahan membuat Jakarta menjadi kota yang lebih nyaman, sehat, dan produktif bagi penduduknya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: