Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemblokiran Internet Tak Hanya Terjadi di Indonesia, Negara Ini Berencana Lakukan Hal Serupa

Pemblokiran Internet Tak Hanya Terjadi di Indonesia, Negara Ini Berencana Lakukan Hal Serupa Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Surakarta -

Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam mengatakan semua opsi akan dilakukan untuk memadamkan demonstrasi yang telah terjadi di kota selama berbulan-bulan, termasuk menerapkan tindakan era kolonial yang mirip dengan hukum militer--tetapi dalam versi yang lebih relevan dengan dunia digital. 

Pemerintah dikabarkan akan menggunakan undang-undang untuk memblokir aplikasi perpesanan atau situs yang digunakan oleh pemrotes. Bahkan, bisa jadi layanan internet pun akan terdisrupsi. Lebih lanjut, pusat keuangan Asia akan ikut terpukul karena hal tersebut.

"(Analoginya), hal itu akan lebih buruk dibandingkan jika pasukan China datang (ke Hong Kong)," kata Presiden Kehormatan Federasi Teknologi Informasi Hong Kong, Francis Fong, dilansir dari Straits Times, Selasa (3/9/2019).

Baca Juga: Forum Digital Hongkong Kembali Diserang DDoS, Siapa Pelakunya?

Hukum darurat yang digunakan itu diperkenalkan oleh Inggris pada 1922, dapat digunakan jika ada keadaan darurat atau bahaya publik dan memberi wewenang kepada Kepala Eksekutif untuk menyusun aturan yang menurutnya diinginkan kepentingan umum. Undang-undang itu pernah digunakan pada kerusuhan 1967 di Hong Kong.

Apakah internet termasuk dalam hal yang bisa diatur dalam UU tersebut? Seharusnya tidak, mengingat UU itu ditulis hampir seabad lalu. Namun, pemerintah memiliki otoritas khusus yang mencakup: kontrol dan penindasan publikasi, tulisan, peta, rencana, foto, komunikasi dan tujuannya.

"Lam dapat memerintahkan perusahaan telekomunikasi untuk memutus layanan internet melalui jaringan telepon dan seluler. Ia juga bisa memerintahkan mereka untuk memperlambat kecepatan internet, mematikan jaringan ponsel dan WiFi, hingga memblokir situs atau platform tertentu," begitu bunyi laporan Straits Times.

Baca Juga: China Tak Mau Ikut Campur dengan Kirim Pasukan Militer ke Hong Kong, Alasannya. . .

Apalagi, banyak media digital yang digunakan oleh pengunjuk rasa untuk mengorganisir demonstrasi, termasuk aplikasi pesan Telegram dan forum diskusi LIHKG yang menggunakan komputasi awan. Untuk memblokir satu situs yang berada di cloud, misalnya Amazon Web Services (AWS), pemerintah perlu memblokir seluruh domain AWS yang menampun ribuan situs.

Belum lagi fakta bahwa Hong Kong merupakan inti dari jaringan fiber optik Asia, di mana 80% lalu lintas situs eksternal China terjadi di sana, menurut Asosiasi Penyedia Layanan Internet Hong Kong. Lebih lanjut, mereka juga memiliki 100 pusat data yang dioperasikan korporasi lokal dan internasional. Jadi, pemilik data di luar Hong Kong akan kesulitan mengakses datanya yang disimpan di server Hong Kong.

Baca Juga: Internet di Papua Sudah Dibuka, Tapi Wifi Only

Hal serupa pernah terjadi di India di wilayah Kashmir pada Agustus. Perdana Menteri Narendra Modi memberlakukan cara "militer" yang serupa. India memiliki jumlah pemblokiran internet tertinggi di dunia: 134 kali pada 2018. 

Di Indonesia, hal ini terjadi ketika aksi 22 Mei 2019. Akses terhadap aplikasi perpesanan WhatsApp dan media sosial grup Facebook dibatasi. Sekarang, hal yang sama terulang di Papua--bahkan hingga diblokir.

Secara global, ada 196 pemblokiran internet yang tercatat di 25 negara, naik pesat dari 75 pada 2016.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: